Berbicara perbankan syariah tentu tidak lepas dengan ekonomi Islam
sebagai fundamentalnya. Perbankan syariah diluar Indonesia lebih dikenal dengan Islamic
Banking (Bank Islam), berhubung di Indonesia pada saat itu presiden Soeharto memimpin kurang suka terhadap embel-embel
Islam. Maka, di Indonesia lebih dikenal dengan bank syariah. Fenomena di sebagian besar masyarakat mengidentikkan ekonomi Islam
dengan perbankan syariah.
Padahal perbakan syariah hanya segelintir dari bagian ekonomi
Islam yang diantaranya adalah akuntansi Islam, hukum bisnis Islam (muamalah),
bisnis management Islam, perbankan syariah, asuransi syariah, sukuk
(Obligasi syariah), saham syariah, pasa ruang syariah, pasar modal syariah dan lain
sebagainya.
Bisnis perbankan syariah saat ini tumbuh cukup pesat. Hampir setiap bank
besar membuka layanan berbasi ssyariah. Selain untuk melayani nasabah yang
memerlukan perbankan syariah, melihat dari sistem dan akad yang dipraktikkan bank
syariah sangat bertumpu pada sektor riil bukan ribawi, akad yang
dipraktikkan dalam perbankan syariah seperti mudhorobah, murobahah, salam, istisna,
wakalah, hawalah, qordul hasan, wadiah, rahn, kafalah, ijarah muntahiyah bit
tamlik, musyarakah, muzaro'ah, mukhobarah dan lain sebagainya, secara bisnis peluang pertumbuhannya masih sangat besar.
Sejarah perbankan syariah di Indonesia diilhami perkembangan bank
syariah atau bank Islam diluar negeri yang diawali dengan berdirinya Bank MitGhamrpada
1963 di Mesir. Selanjutnya muncul di berbagai Negara seperti Dubai Islamic Bank
pada 1975 di Dubai, Islamic Development Bank pada 1975 di Saudi Arabia, Faysal
Islamic Bank pada 1977 di Mesirdan Sudan, Kuwait Finance House pada 1997 di
Kuwait dan Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada 1983 di Malaysia.
Di Asean ada beberapa Negara yang
juga memiliki indusri keuangan terutama perbankan syariah di antaranya adalah
Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapuradan Thailand. Malaysia
lebih dahulu mendirikan bank syariah pada tahun 1983 di Malaysia
sendiri sudah berdiri 16 bank syariah, Brunei Darussalam sudah berdiri 2 bank
syariah yang berdiri pada tahun 1991 dan 2005, Singapura dan Thailand
masing-masing berdiri 1 bank syariah yang berdiri pada tahun 2007 dan 2002.
Pendirian perbankan syariah di Indonesia tergolong paling
akhir dibandingkan dengan perbankan syariah diluar negeri. Berdirinya pebankan syariah di Indonesia
berawal dari lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” pada 18-20 agustus 1990, yang
kemudian dilanjutkan dengan musyawaroh nasional (MUNAS) IV MUI di hotel sahid,
Jakarta, pada 22-25 agustus 1990. Berdasarkan hasil munas tersebut, MUI
membentuk tim Steering Committee yang di ketuai oleh Dr. Ir. Amin Aziz dan diantara anggotanya
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio M.Ec sebagai pakar ekonomi Islam di Indonesia dan Rektor
STEI (SekolahTinggiEkonomi Islam) Tazkia Sentul City, Bogor sebagai kampus pelopor ekonomi
Islam di Indonesia, dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, terbentuk bank
syariah pertama dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 november 1991
di Jakarta.
Adapun visi kegiatan pengembangan perbankan syariah: “terwujudnya sistem perbankan syariah
yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektorriil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan,
tolong-menolong, dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat”.
Dilatar belakangi krisis ekonomi dan moneter pada 1998 BMI satu-satunya bank yang tahan terhadap goncangan krisis ekonomi dan moneter dan hanya satu-satunya bank
yang tidak butuh terhadap bantuan pemerintah kala itu, melihat potensi bank syariah
yang sangat baik. Maka, pemerintah mengeluarkan UU No 10 tahun 1998 sebagai perubahan
UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang isinya mengatur peluang usaha syari’ah bagi
bank konvensional, perbankan syariah mulai mengalami perkembangan dengan berdirinya
Bank Syariah Mandiri pada 1999 dan Unit Usaha Syari’ah (UUS) Bank BNI pada 2000,
sehingga makin menjamurnya perbankan syariah pada saat ini setelah pemerintah mengeluarkan
UU No 20 tentang sukuk (Obligasi Syariah) dan UU No 21
tentang perbankan syariah pada tahun 2008.
Berdasarkan data OJK posisi Mei 2015,
industri perbankan syariah terdiri atas 12 bank umum syariah, 22 unit usaha syariah,
dan 162 BPR Syariah. Dari keseluruhan perbankan syariah yang ada, total
aset mencapai Rp 272,389 triliun dengan pangsa pasar 4,67%. Dengan jumlah aset yang
cukup besar tidak menutup kemungkinan bisnis perbankan syariah mampu bersaing dalam MEA
(MasyarakatEkonomiAsean) 2015 mendatang.
Berikut beberapa alasan mengapa bank syariah di Indonesia
lebih siap dalam menghadapi MEA 2015 diantaranya adalah: Pertama, standard
akuntansi syariah yang lebih dikenal dengan PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Syariah, di Negara-negara Asean hanya di Indonesialah
yang memiliki standard akuntansi syariah untuk bank syariah di Indonesia
ini menunjukan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan Negara lain, Malaysia
pernah mempunyai standar akuntansi syariah namun tidak lengkap kemudian di
cabut dan menggantinya dengan IFRS, sedangkan Brunei, Singapura dan Thailand
mereka tidak mempunyai akuntansi syariah.
Kedua, Risiko syariah, yang
dimaksud risiko syariah disini adalah penerimaan produk syariah disuatu Negara.
Beberapa produk perbankan syariah Malaysia dan Brunei tidak diterima di
timur tengah dan Indonesia, ini menunjukan produk perbankan syariah Indonesia
mempunyai pangsa pasar di Asean, sedangkan perbankan syariah Singapuradan Thailand
memilih lebih berhati-hati dalam mengeluarkan produk syariahnya, risiko syariah adalah risiko
paling berbahaya didalam perbankan,
apabila perbankan tidak memperhatikan risiko syariah maka ke-syariah-an
perbankan syariah tidak syariah lagi.
Satu hal yang wajib diperhatikan oleh
setiap perbankan syariah dalam merekrut pegawai dan menjadi penilaian pertama adalah pengetahuan syariahnya dan transaksi dalam perbankan syariah.
Mengingat hal tersebut syariah termasuk resiko yang paling
besar dalam perbankan syariah.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan transaksi keuangannya secara syariah,
perkembangan perbankan syaraih telah mendorong munculnya lembaga keuangan syariah lain,
seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, lembaga pendidikan
yang membuka program studiekonomi Islam dan perbankan syariah, serta organisasi-oraganisasi
yang mewadahi para perlajar ekonomi Islam seperti FoSSEI (Forum
Silaturrahmi Studi Ekonomi Islam) dan KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam) yang
pada gilirannya ikut mendukung pengembangan industri perbankan dan keuangan syariah itu sediri,
dan diharapkan pula dengan berkembangnya semua itu bisa bersaing dalam MEA 2015
mendatang pada khususnya dan bisa bersaing secara global pada umumnya. Demikianlah perbankan syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah telah saling melengkapi untuk terus berkembang dari waktu kewaktu.
Abdul Hamid Al-Mansury
Alumni PP. Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan
Mahasiswa STEI TazkiaSentul City
Kader HMI Cabang Bogor
dan KSEI Progres