Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam, terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan seluruh mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajahmada .
Awal Berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
Himpunan Mahasiswa Islam di prakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I (semester I) Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia (UII)). Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah : Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan. Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.
Keputusan :
Hari Rabu Pon 1878, 14 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan :
Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia.
Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam.
Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.
Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.
Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut :
Ketua Lafran Pane
Wakil Ketua Asmin Nasution
Penulis I Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)
Penulis II Karnoto Zarkasyi
Bendahara I Dahlan Husein
Bendahara II Maisaroh Hilal
Anggota Suwali
Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)
Mansyur.
Perkembangan HMI
Sejalan dengan perkembangan waktu, HMI terbelah menjadi dua pasca diselenggarakannya Kongres ke-15 HMI di Medan pada tahun 1983. Pada tahun 1986, HMI menerima azas tunggal Pancasila dengan melepaskan azas Islam sebagai azas organisasnya. Selanjutnya HMI pihak ini disebut sebagai HMI DIPO, dikarenakan bersekretariat di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta. Sedangkan HMI yang tetap mempertahankan azas Islam kemudian dikenal dengan istilah HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi).
Karena alasan untuk menyelamatkan HMI dari ancaman pembubaran oleh rezim Orde Baru, maka melalui Kongres Padang disepakatilah penerimaan asas tunggal Pancasila. Setelah penerimaan azas tunggal itu, HMI yang bermarkas di Jalan Diponegoro sebagai satu-satunya HMI yang diakui oleh negara. Namun pada Kongres Jambi 1999, HMI (DIPO) kembali ke kepada asas Islam. Namun demikian, HMI DIPO dan HMI MPO tidak bisa disatukan lagi, meski azasnya sudah sama-sama Islam. Perbedaan karakter dan tradisi keorganisasiandi antara keduanya, membuat kedua HMI ini sulit disatukan kembali. Sampai saat ini, HMI merupakan salah satu organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia.
Kongres
Kongres ke-1 di Yogyakarta pada tanggal 30 November 1947, dengan ketua terpilih HS Mintareja
Kongres ke-16 di Padang pada tahun 1986, dengan formatur terpilih M. Saleh Khalid, terpecahnya HMI menjadi dua yakni HMI DIPO dan HMI MPO.
Kongres HMI MPO
Kongres ke-16 di Yogyakarta pada tahun 1986, Ketua Umum : Eggy Sudjana
Kongres ke-17 di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 1988, Ketua Umum : Tamsil Linrung
Kongres ke-29 di Bogor pada tanggal 27 Juni 2013, Ketua Umum : Puji Hartoyo
Kongres ke-30 di Kabupaten Tangerang, Banten. Pada tanggal 12 – 19 November 2015. Ketua Umum : Muhammad Fauzi.
Kongres HMI DIPO
Kongres ke-17, di Lhokseumawe, Aceh (6 Juli 1988) dengan formatur terpilih Herman Widyananda
Kongres ke-28 Jakarta pada tanggal 15 Maret - 15 April 2013, dengan formatur terpilih Arief Rosyid Hasan
Kongres ke-29 Pekan Baru pada tanggal 20-26 Nov 2015, sedang berlangsung.
Pada kongres HMI saat ini membutuhkan anggaran dana Rp 7 miliar. Sumber dana kongres didapatkan dari pihak perusahaan dan alumni Rp 4 miliar, dan bantuan dari Pemprov Rp 3 M.
Sumber dana yang terhimpun, menimbulkan berbagai polemik di masyarakat. Karena dana bantuan dari Pemprov Riau untuk kongres HMI Rp 3 miliar dinilai jauh lebih besar ketimbang alokasi dana untuk pencegahan kebakaran lahan. Data yang dihimpun FITRA, dalam anggaran APBD sejumlah Rp 1,4 miliar untuk dana pencegahan, kebakaran.Dan beberapa pihak menilai, hmi adalah organisasi yang sudah tidak independent lagi. Karena ketergantungannya terhadap pihak swasta dan kepentingannya terhadap Pemerintah.
Dengan sifat dan garis independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Tidak adanya keberpihakan atau kepentingan terhadap organisasi, badan atau instansi manapun yang dapat menjadi cambuk bagi kemajuan HMI. Maka konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalah konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya merupakan suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.
Reza Fiqih Amrullah
Kader HMI Cab. Bogor, Kom. STEI Tazkia