Merebaknya pemikiran sekularisme, liberalisme, dan pluralisme dalam
kalangan masyarakat bukanlah hal yang biasa lagi di perdengarkan maupun dirasakan.
Pemikiran ini tumbuh subur tanpa adanya penghalang sedikit pun dari awal lahirnya
pemikiran-pemikiran tersebut. Malahan buah hasil dari pemikiran tersebut banyak
mengakibatkan perbuatan-perbuatan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam.
Contohnya, penghinaan agama, perzinahan, aborsi, dan hal-hal lainnya yang
merusak nama serta ajaran agama, khususnya agama Islam.
Apalagi sekarang
pemikiran tersebut malah menyusup ke dunia pendidikan, ironisnya tidak hanya
dunia pendidikan formal saja yang kebobolan, melainkan mulai merambat ke dalam pendidikan
yang bercirikan Islam, yaitu Pondok Pesantren. Pesantren sekarang, sebagian sudah mulai terjangkit virus negative
liberalisme, setapak demi setapak. Dari virus liberalism inilah timbul pemikiran-pemikiran yang tidak sehat, sehingga
menyebabkan ajaran Islam pesantren yang dulunya kental dengan ajaran agamanya yang kuat, kini sudah mulai merosot dan tercampuri.
Masih
ada masyarakat yang menilai
pondok pesantren itu terkesan sangat tradisional,
klasik, kuno dan
bebas dari segala pengaruh
globalisasi dan
modernisasi yang merusak
pemikiran serta tradisi generasi pendahulunya. Namun pada nyatanya,
dengan bergantinya zaman, sesuatu yang dahulunya
terlihat tidaklah mungkin, boleh saja
sekarang mungkin terjadi. Kalau dahulu kala, pesantren tidaklah mungkin akan terkangkit virus negative
liberalsme, boleh jadi sekarang telah menyusup ke dalam pondok pesantren.
Banyak fakta-fakta yang
terlihat saat ini yang mana berupa upaya pengenalan liberalisme dalam dunia
Pondok Pesantren. Salah satu faktanya adalah pada tanggal 18-28 September,
Institude for Training and Development (ITD), sebuah lembaga Amerika, telah
mengundang 13 pesantren pilihan di Indonesia (dari Jawa, Sumatera, Kalimantan,
dan Sulawesi) untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Agenda ini terkait dengan
mensosialisasikan liberalisme dalam Islam melalui Pondok Pesantren. Kegiatan
ini malah semakin tumbuh berkembang dengan dukungan George Bush (presiden
Amerika) dalam pernyataannya yang dimuat dalam Kompas (06/11/2004), “Jika kita
mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan
adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”. Kebanyakan bangsa barat berpikiran
bahwa ajaran Islam itu membawa ancaman besar bagi dunia karena dapat melahirkan
terorisme, fanatisme agama, dan mengeksploitasi budaya, sosial, hukum serta
politik suatu bangsa. Itulah cara pandang mereka dengan sebelah mata terhadap agama
Islam.
Sebagaimana diketahui, bahwa Pondok pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang serba fungsional, telah menjadi kepercayaan masyarakat,
pesantren sebagai wadah untuk mengasah dan menggali berbagai disiplin ilmu
pengetahuan keagamaan semata. Namun dengan berkembangnya
zaman yang sangat pesat, pondok pesantren pun ikut menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan memasukkan ilmu teknologi, computer, dan lain sebagainya yang mulai berkembang saat ini. Untuk
mempertahankan eksistensinya dalam dunia pendidikan, sebagian pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan semata, namu juga memperkenalkan dan memakai sistem pendidikan
nasional.
Melihat perkembangan zaman yang sangat pesat, tidak sedikit dari pemangku pesantren melakukan penyesuaian diri,
dengan melakukan perubahan sistem pendidikan hingga kebiasaan yang telah
dibudayakan di dalamnya. Dahulu, setiap santri mengaji dan mengkaji ilmu-ilmu
agama dengan menggunakan kitab kuning (atau kitab gundul), bersarung, berpeci.
Namun sekarang, di sebagian pesantren mulai menggunakan kitab berwarna putih, bercelana,
serta memperkenalkan ilmu pengetahuan modern ke
setiap pemikiran generasi bangsa.
Dari pengetahuan modern itulah, akan melahirkan
pemikiran liberalisme. Para santri
mulai mempelajari dengan mendalami ilmu yang
berbau liberalisme. Akibatnya, pemikiran
keislaman santri cenderung lebih berani liberal (bebas) dibandingkan
dengan yang bukan
jebolan pesantren. Santri yang mulai menyukai pemikiran yang
liberal lebih kritis
dalam menyikapi permasalahan agama dibandingkan orang lain yang hanya belajar
agama seadanya saja. Bahkan, karena terlalu
kritisnya tak jarang mereka sampai berpikiran suatu hal yang tidak logis.
Hal ini terjadi, karena sebagian pesantren mulai membuka diri
untuk menerima pemikiran liberalisasi masuk begitu saja. Meski terkadang mereka pun tak menyadari bahwa apa yang mereka pelajari
serta lakukan itu merupakan bagian dari liberalisasi dalam Islam. Bahkan dapat kita ketahui ada beberapa petinggi kelompok Islam
liberal yang berasal dari pesantren, seperti KH. Abdurrahman Wahid (Alm), Ulil Absar Abdalla dan lain-lain.
Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan bahwa masuknya
liberalisme dalam dunia pondok pesantren itu dapat menimbulkan sisi positif dan
negatif. Sisi positifnya, dengan
perkembangan zaman yang sangat pesat dan teknologi baru yang berkembang dewasa
ini bisa disesuaikan dengan menerima masuknya pemikiran liberalisasi itu dalam
dunia pondok pesantren, agar pesantren pun tidak terlihat kolot atau
ketinggalan zaman. Sedangkan nilai negatifnya, bahwa liberalisme itu sangat tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran
agama Islam yang
menjadi cirri khas pesantren.
Jadi kita sebagai para intelektual muda harus bisa menyeimbangi
kedua pandangan tersebut, yaitu dengan tidak mengenyampingkan ajaran-ajaran
Islam yang telah kita budayakan dalam suatu pondok pesantren dan memanfaatkan sisi terbaik dari liberalisasi dan modernisasi untuk berdakwah.
Oleh: Nify Deviyanty Nurhikmah
Kader HMI komisariat Tazkia