Selasa, 03 Maret 2015

MASUKNYA VIRUS LIBERALISASI DI PONDOK PESANTREN

www.trop-libre.fr
Merebaknya pemikiran sekularisme, liberalisme, dan pluralisme dalam kalangan masyarakat bukanlah hal yang biasa lagi di perdengarkan maupun dirasakan. Pemikiran ini tumbuh subur tanpa adanya penghalang sedikit pun dari awal lahirnya pemikiran-pemikiran tersebut. Malahan buah hasil dari pemikiran tersebut banyak mengakibatkan perbuatan-perbuatan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Contohnya, penghinaan agama, perzinahan, aborsi, dan hal-hal lainnya yang merusak nama serta ajaran agama, khususnya agama Islam.
 Apalagi sekarang pemikiran tersebut malah menyusup ke dunia pendidikan, ironisnya tidak hanya dunia pendidikan formal saja yang kebobolan, melainkan mulai merambat ke dalam pendidikan yang bercirikan Islam, yaitu Pondok Pesantren. Pesantren sekarang, sebagian sudah mulai terjangkit virus negative liberalisme, setapak demi setapak. Dari virus liberalism inilah timbul pemikiran-pemikiran yang tidak sehat, sehingga menyebabkan ajaran Islam pesantren yang dulunya kental dengan ajaran agamanya yang kuat, kini sudah mulai merosot dan tercampuri.            

Masih ada masyarakat yang menilai pondok pesantren itu terkesan sangat tradisional, klasik, kuno dan bebas dari segala pengaruh globalisasi dan modernisasi yang merusak pemikiran serta tradisi generasi pendahulunya. Namun pada nyatanya, dengan bergantinya zaman, sesuatu yang dahulunya terlihat tidaklah mungkin, boleh saja sekarang mungkin terjadi. Kalau dahulu kala, pesantren tidaklah mungkin akan terkangkit virus negative liberalsme, boleh jadi sekarang telah menyusup ke dalam pondok pesantren. 

Banyak fakta-fakta yang terlihat saat ini yang mana berupa upaya pengenalan liberalisme dalam dunia Pondok Pesantren. Salah satu faktanya adalah pada tanggal 18-28 September, Institude for Training and Development (ITD), sebuah lembaga Amerika, telah mengundang 13 pesantren pilihan di Indonesia (dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Agenda ini terkait dengan mensosialisasikan liberalisme dalam Islam melalui Pondok Pesantren. Kegiatan ini malah semakin tumbuh berkembang dengan dukungan George Bush (presiden Amerika) dalam pernyataannya yang dimuat dalam Kompas (06/11/2004), “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”. Kebanyakan bangsa barat berpikiran bahwa ajaran Islam itu membawa ancaman besar bagi dunia karena dapat melahirkan terorisme, fanatisme agama, dan mengeksploitasi budaya, sosial, hukum serta politik suatu bangsa. Itulah cara pandang mereka dengan sebelah mata terhadap agama Islam.


Sebagaimana diketahui, bahwa Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang serba fungsional, telah menjadi kepercayaan masyarakat, pesantren sebagai wadah untuk mengasah dan menggali berbagai disiplin ilmu pengetahuan keagamaan semata. Namun dengan berkembangnya zaman yang sangat pesat, pondok pesantren pun ikut menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan memasukkan ilmu teknologi, computer, dan lain sebagainya yang mulai berkembang saat ini. Untuk mempertahankan eksistensinya dalam dunia pendidikan, sebagian pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan semata, namu juga memperkenalkan dan memakai sistem pendidikan nasional.

Melihat perkembangan zaman yang sangat pesat, tidak sedikit dari pemangku pesantren melakukan penyesuaian diri, dengan melakukan perubahan sistem pendidikan hingga kebiasaan yang telah dibudayakan di dalamnya. Dahulu, setiap santri mengaji dan mengkaji ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab kuning (atau kitab gundul), bersarung, berpeci. Namun sekarang, di sebagian pesantren mulai menggunakan kitab berwarna putih, bercelana, serta memperkenalkan ilmu pengetahuan modern ke setiap pemikiran generasi bangsa.

Dari pengetahuan modern itulah, akan melahirkan pemikiran liberalisme.  Para santri mulai mempelajari dengan mendalami ilmu yang berbau liberalisme. Akibatnya, pemikiran keislaman santri cenderung lebih berani liberal (bebas) dibandingkan dengan yang bukan jebolan pesantren. Santri yang mulai menyukai pemikiran yang liberal lebih kritis dalam menyikapi permasalahan agama dibandingkan orang lain yang hanya belajar agama seadanya saja. Bahkan, karena terlalu kritisnya tak jarang mereka sampai berpikiran suatu hal yang tidak logis.

Hal ini terjadi, karena sebagian pesantren mulai membuka diri untuk menerima pemikiran liberalisasi masuk begitu saja. Meski terkadang mereka pun tak menyadari bahwa apa yang mereka pelajari serta lakukan itu merupakan bagian dari liberalisasi dalam Islam. Bahkan dapat kita ketahui ada beberapa petinggi kelompok Islam liberal yang berasal dari pesantren, seperti KH. Abdurrahman Wahid (Alm), Ulil Absar Abdalla dan lain-lain.

Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan bahwa masuknya liberalisme dalam dunia pondok pesantren itu dapat menimbulkan sisi positif dan negatif. Sisi  positifnya, dengan perkembangan zaman yang sangat pesat dan teknologi baru yang berkembang dewasa ini bisa disesuaikan dengan menerima masuknya pemikiran liberalisasi itu dalam dunia pondok pesantren, agar pesantren pun tidak terlihat kolot atau ketinggalan zaman. Sedangkan nilai negatifnya, bahwa liberalisme itu sangat tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran agama Islam yang menjadi cirri khas pesantren.

Jadi kita sebagai para intelektual muda harus bisa menyeimbangi kedua pandangan tersebut, yaitu dengan tidak mengenyampingkan ajaran-ajaran Islam yang telah kita budayakan dalam suatu pondok pesantren  dan memanfaatkan sisi terbaik dari liberalisasi dan modernisasi untuk berdakwah.

Oleh: Nify Deviyanty Nurhikmah
Kader HMI komisariat Tazkia
           
  


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar