Rabu, 25 Maret 2015

JENTIKAN DIALEKTIKA KOMISARIAT



Malam ini kembali saya didaulat menjadi fasilitator dalam kajian rutin komisariat. Kali ini membahas tema “rapat dan sidang serta urgensinya dalam budaya organisasi.”

Suasana yang menggembirakan, lain dari sesi sebelumnya, hari ini banyak sekali kawan-kawan yang hadir dan berpartisipasi. Artinya, akan banyak kader yang menularkan semangat intelektual di tatanan kampus. Itu hanya asumsi sekaligus harapan. Namun pada akhirnya tetap kembali pada pijakan adagium, “stop berbicara kuantitas jika itu bisa dikalahkan dengan dominasi kualitas.”

Saya mengawali kajian ini dengan memulai pemahaman, pentingnya sebuah  rapat dalam budaya oragnisasi. Manusia sebagai makhluk sosial, tentu akan sangat rentan berhadapan dengan kepentingan sosial. Nah disini peran ego pribadi harus diperkecil agar tidak terlihat menggagahi kepentingan yang lain. Sehingga diperlukan wadah untuk menampung kepentingan sehingga menemukan titik temu yang sejalan dengan kepuasan masing masing individu, tidak ada yang merasa dirugikan ataupun dikucilkan.

Dalam setiap agenda kajian yang paling kusenangi adalah sesi jamuannya. Yah, beruntung kami besar dan tumbuh dengan budaya komisariat yang hidup dengan dana patungan (udunan). Sehingga tidak ada yang merasa terkorbankan, setiap kader merasa memiliki organisasi. 

Disini sebuah kesimpulan terlahir, jangan jangan polemik sepinya budaya perkaderan saat ini disebabkan karena tidak adanya pengorbanan materi dari para kader sehingga berujung pada hilangnya rasa memiliki (sense of belonging). Terlalu manja dengan mengandalkan dana-dana dari para kanda. Ya, itu saya rasa poin yang pas.

Sela-sela diskusi santai kami masih menyempatkan untuk menikmati hidangan hasil patungan kami. Gorengan memang cemilan primadona yang sering kami beli dalam acara kajian. Ditemai sosok minuman yang tidak asing lagi bagi kalangan aktivis, apalagi kalo bukan kopi.

Walaupun mulut sibuk menyruout kopi dan mengunyah gorengan, tidak mengurungkan kawan-kawan untuk melontarkan ide dan gagasan sebagai partisipasi dalam kajian. 

Berhubung tema nya adalah sidang, maka langsung saja simulasi praktek harian dengan tema yang tidak dibuat-buat, yakni pemilihan ketua panitia Rapat Anggota Komisariat, dan wacana gerakan HMI ke depannya.

Setelah melalui musyawarah yang cukup alot nan dinamis, akhirnya terpilihlah Hamid sebagai ketua panitia dengan Zaenal dan Hasnul sebagai rekannya. Dalam rapat penetapan ini, terlihat cukup menegangkan ketika pembahasan mulai mengaitkan pada “waktu”. Yah, disinilah kepentingan itu bermain. 

Setiap kader tentu akan mencari waktu yang tidak mengganggu jadwal mereka, sehingga pada bagian ini cukup memakan waktu. Inilah miniatur dari arena “Adu Kepentingan”. Siapa yang bisa meyakinkan bahwa kepentingan yang dia utarakan memang benar-benar penting, maka dialah yang akan menjadi pemenang dalam pertarungan tersebut.

Keputusan pun disepakati bahwa RAK diadakan hari senin, 23 Maret 2015. Hal ini berdasarkan kesepaktan kawan-kawan. Karena dirasa hari itulah, hari yang pas untuk mengumpulkan kawan-kawan dalam satu kepentingan. Yah, hari bertemunya kepentingan para kader.

Berlanjut ke agenda kedua, yakni wacana gerakan HMI di kampus ke depannya. Di sesi ini, seluruh ide nan segar keluar bagai matar air yang memancarderas. Hampir setiap kawan-kawan punya pandangan tersendiri dalam merumuskan gerakan HMI ini. 

Mulai dari wacana untuk menetaskan HMI ke gelanggang politik kampus dengan dalih sudah sudah saatnya HMI menyebarkan budaya organisasi lewat struktural. Karena dirasa HMI sudah cukup bermain di ranah kultural akademis. Ada juga yang mengajak untuk menghidupkan budaya nongkrong, futsal, ataupun naik gunung guna merekatkan kedekatan persaudaraan. Sehingga kalimat “Di HMI kita berteman lebih dari saudara” bukan hanya sekedar jargon penyemarak saja, tapi memang benar begitu adanya. 

Selain itu, muncul juga selentingan agar HMI membuat budaya diskusi menjadi lebih santai, sambil nongkorng di warkop, agar pikiran-pikiran segar, tidak terjebak dalam formalitas. Pikiran akan lebih lentur jika dalam suasana santai #Ceunah.

Tiga hal yang menjadi poin inti gerakan HMI kedepannya, yakni budaya akademis, budaya nongkrong, dna struktural kampus (sebagai alat untuk syiar HMI lewat kader). Inilah yang menjadi kerangka model dalam merumuskan gerakan HMI komisariat tazkia selanjutnya.
Agenda perkaderan harus terus berlanjut. Melihat semangat kawan-kawan angkatan 12 dan 13, kami yakin bahwa HMI kedepannya akan lebih lentur dan mengalir bersama budaya mahasiswa. 

Ikut mengambil peran dalam tiap agenda kampus dengan kemampuan intelektual sebagai basis gerakannya. Mudah-mudahan ke depannya, kita mempunyai rasa kepemilikan yang utuh terhadap organisasi ini. Berhimpun bersama, berkembang bersama, dan berkarya bersama.

Joni Iskandar
MPKPK HMI Cabang Bogor
Komisariat Tazkia
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar