Akhir-akhir ini kita seringkali mendegar istilah "Begal". Sosok yang digambarkan dengan orang yang hobi merampas, mencegat dan menganiaya pengendara motor di tengah jalan. Mereka tak segan-segan melukai korbannya. Maka wajar di lain kesempatan, mereka juga dihajar masa tanpa ampun, bahkan dalam beberapa kasus ada yang dibakar hidup-hidup sampai meregang nyawa.
Jika
kita telisik aktivitas begal, peristiwa ini merupakan turunan dari para elit
saat ini. Hal inilah yang ditontonkan oleh pejabat dan pemimpin publik kita.
Lihat saja, para pelaku politikus tanah air. Ibarat pepatah, air hujan jatuh
tak jauh dari pelembahan. Namun bedanya, mereka membegal harta berjuta-juta
melampuai pembegal jalanan. Tak segan-segan mereka menjadikan jalur politik
untuk membegal uang rakyat. Itu pun mereka lakukan dengan cara yang cantik dan
elegan, yakni mamainkan cara lobi dan diplomasi yang berujung pada pembagian
harta begal secara jamaah.
Begal-membegal
sesama mereka menjadi tontonan menarik disela-sela drama sinetron Indonesia.
Para politisi membegal uang rakyat melalui permainan begal anggaran dan begal
proyek. Kelihatan sangat licin sekali dibanding begal jalanan. Namun hasilnya
bisa membiaya hidup keluarga tujuh keturunan. Selain itu begal demokrasi juga
mempunyai daya tawar yang kuat terhadap penegak hukum negara. Tak heran jika
kemudian, malah terjadi kerja sama untuk membegal negara.
Demokrasi
memang merupakan angin segar pada mulanya, tepat ketika agenda reformasi
dijalankan, rakyat indonesia serasa bisa hidup lega. Karena tak ada lagi yang
bakal mengekang mereka. Kebebasan pers, partai politik yang menjamur, tak ada
yang berhak melarang kritik dan saran bahkan difasilitasi. Tapi ibarat pisau
bermata dua, demokrasi juga dijadikan alat untuk mencaplok harta negara.
Jika begal jalanan selalu dikejar-kejar masa
bila ketahuan, maka itu juga yang terjadi dengan begal demokrasi. Bedanya, jika
begal jalanan dikejar-kejar untuk dibunuh, maka begal demokasi dikejar untuk
diajak bernegosiasi, cela untuk mendapatkan uang sebelum kasus dibuka dan
diketuk palu. Jika dua belah pihak sudah betemu satu kesepahaman, maka begal
demokrasi pun luput dari kurungan. Bebas, mungkin mereka akan kembali mencari mangsa yang bisa dibegal lagi.
Oleh Joni Iskandar
Kominfo BEM Tazkia 2013-2014