Kamis, 06 November 2014

Ketumpulan Pisau Analisa dan Aksi Diam Mahasiswa



Nampaknya kapitalisme merupakan entitas yang  sering dibahas dalam diskusi atau kajian gerakan mahasiswa. Salah satu sisi yang harus sering disorot dari langkah-langkah kapitalis adalah bagaimana cara mereka melakukan ekspansi kerajaan usaha mereka yang terkadang memaksa lapak-lapak mata pencaharian wong cilik, ikut tenggelam ditelan gelombang usaha tuan-tuan yang mempunyai modal berlimpah tersebut.


  

Hendak kemana wong cilik mencari bala bantuan? Pemerintah kah? Ya... pemerintahlah yang harusnya menata dan menselaraskan antar dua kepentingan yang berbeda. Namun alur ceritanya tidaklah demikian. Karena yang sering terjadi dilapangan, pemerintahlah yang justru menjadi legalitas dari kesewena-wenaan itu. Lalu permasalahannya semakin rumit, karena antara kapitalis yang direpresentasikan oleh korporasi-korpoarasi besar sudah menjalin hubungan yang amat intim dengan pemerintah. Sehingga yang terjadi selanjutnya adalah perampokan yang dilakukan secara berjamaah, sistematis, masif dan terstruktur. Persekongkolan yang dibahasakan sebagai “korporatokrasi” oleh amien rais ini ibarat penjajahan di abad modern yang diberi legalitas secara langsung oleh pribumi sendiri.


Disinilah sebenarya ranah gerakan mahasiswa (GM) untuk bermain dan menguji gagasan dan menghimpun barisan sebagai tesis dari tri dharma perguruan tinggi, terkhusus dalam dharma “pengabdian”. Karena mahasiswa lah yang dinilai sebagai sosok dari tatanan masyarakat yang bergerak tanpa kepentingan. Bersifat objektif, yakni melakukan sesuatu berdasarkan kebenaran. Bukan malah mempertahankan status quo atau malah memberikan pembenaran terhadap penyelewengan yang terjadi. 


Sejauh ini GM, khusunya kampus kita, ada kecenderungan isu-isu yang berkembang di sekitar kampus belum menjadi agenda prioritas. Boleh jadi bahwa munculnya pemasalahan-permasalahan yang terjadi disekitar kampus akhir-kahir ini belum berbanding lurus dengan agenda yang digagas oleh GM. Bahkan penulis melihat gerakan mahasiswa di kampus kita belum mampu menentukan sikap secara dewasa, masih terus terombang ambing ditengah wacana dan isu-isu yang sifatnya nasional namun abai terhadap masalah yang muncul di rumah sendiri (red. Kampus). Setiap ada aksi yang digagas oleh gerakan GM se-Bogor dan GM SI (Se-Indonesia) kita selalu penjadi follower. padahal kita bisa tampil di forum-foum tersebut dengan membawa isu tentang permasalahan yang  notabene-nya masih di pekarangan rumah kita sendiri. Mulai dari permasalahan tata kelola pembangunan ‘Minimarket’ di sekitar pasar Babakan Madang yang mematikan daya jual pedagang kaki lima (PKL) atau isu sengketa lahan yang terjadi antara PT Sentul City dan warga Bojong Koneng, atau kasus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang ada disekitar kampus kita dan masih banyak isu-isu seksi lainnya.


Oleh karena itu, jika GM terkhusus di kampus kita memecah keheningan, dengan tampil melakukan demonstrasi atau sedikit upaya advokasi permasalahan yang telah disampaikan diatas, ini akan menjadi “Terapi Kejut” bagi pemerintahan dan korporasi yang berada di Kabupaten Bogor, khusunya Babakan Madang dan Sentul City. Karena berdasarkan pengamatan penulis, pemerintahan kabupaten BOGOR merupakan pemerintahan yang sepi dari kritik dan aksi koreksi GM. Hal ini bukan berarti pemerintahan setempat bersih dari kesalahan, tapi bisa jadi ini bermula dari ketumpulan pisau analisa sehingga berdampak pada kemandulan daya kritis mahasiswa yang ada di kampus kita. Kita harus berani jujur, bahwa STEI Tazkia merupakan kampus yang berdekatan dengan pusat kekuasaan dan sumber isu nasional. Kalian tahu proyek Hambalang? Yah..Itu salah satunya. 


Dalam posisi demikian, tidak bisa tidak, GM perlu menghidupkan kembali semangat heroisme yang tumbuh dari akar rumput tempat dimana ia berpijak. Yakni, sebuah kegiatan GM yang memfokuskan isu kedaerahan, mulai dari pengkajian hingga pengadvokasian masyarakat di sekitar kampus. Untuk itu, setiap GM seharusnya bisa mengevaluasi kembali agendanya masing-masing, jangan sampai agenda dan program kerja hanya sebatas pemoles agar mereka tidak dicap organisasi tanpa jejak sejarah atau kamuflase agar terlihat eksistensinya. 


Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, maukah GM menyikapi ini sebagai agenda prioritas dan menjadi pion terdepan dalam melemparkan dan mengawal wacana ke-daerahan tersebut?
 

2 komentar:

  1. ada baiknya setiap GM atau Gerakan Mahasiwa dianalisis sebelum terjun kelapangan, biar tidak hanya mengekor.

    BalasHapus
  2. hahahah, asal jangan kebanyakan analisa saj mad..
    aksi tanpa diskusi anarki,
    diskusi tanpa aksi onani..

    BalasHapus