Nampaknya kapitalisme merupakan entitas yang sering dibahas dalam diskusi atau kajian gerakan mahasiswa. Salah satu sisi yang harus sering disorot dari langkah-langkah kapitalis adalah bagaimana cara mereka melakukan ekspansi kerajaan usaha mereka yang terkadang memaksa lapak-lapak mata pencaharian wong cilik, ikut tenggelam ditelan gelombang usaha tuan-tuan yang mempunyai modal berlimpah tersebut.
Hendak
kemana wong cilik mencari bala bantuan? Pemerintah kah? Ya... pemerintahlah
yang harusnya menata dan menselaraskan antar dua kepentingan yang berbeda.
Namun alur ceritanya tidaklah demikian. Karena yang sering terjadi dilapangan,
pemerintahlah yang justru menjadi legalitas dari kesewena-wenaan itu. Lalu
permasalahannya semakin rumit, karena antara kapitalis yang direpresentasikan
oleh korporasi-korpoarasi besar sudah menjalin hubungan yang amat intim dengan
pemerintah. Sehingga yang terjadi selanjutnya adalah perampokan yang dilakukan
secara berjamaah, sistematis, masif dan terstruktur. Persekongkolan yang
dibahasakan sebagai “korporatokrasi” oleh amien rais ini ibarat penjajahan di
abad modern yang diberi legalitas secara langsung oleh pribumi sendiri.
Disinilah
sebenarya ranah gerakan mahasiswa (GM) untuk bermain dan menguji gagasan dan menghimpun
barisan sebagai tesis dari tri dharma perguruan tinggi, terkhusus dalam dharma
“pengabdian”. Karena mahasiswa lah yang dinilai sebagai sosok dari tatanan
masyarakat yang bergerak tanpa kepentingan. Bersifat objektif, yakni melakukan
sesuatu berdasarkan kebenaran. Bukan malah mempertahankan status quo atau malah
memberikan pembenaran terhadap penyelewengan yang terjadi.
Sejauh
ini GM, khusunya kampus kita, ada kecenderungan isu-isu yang berkembang di
sekitar kampus belum menjadi agenda prioritas. Boleh jadi bahwa munculnya
pemasalahan-permasalahan yang terjadi disekitar kampus akhir-kahir ini belum
berbanding lurus dengan agenda yang digagas oleh GM. Bahkan penulis melihat
gerakan mahasiswa di kampus kita belum mampu menentukan sikap secara dewasa,
masih terus terombang ambing ditengah wacana dan isu-isu yang sifatnya nasional
namun abai terhadap masalah yang muncul di rumah sendiri (red. Kampus). Setiap
ada aksi yang digagas oleh gerakan GM se-Bogor dan GM SI (Se-Indonesia) kita
selalu penjadi follower. padahal kita bisa tampil di forum-foum tersebut dengan
membawa isu tentang permasalahan yang
notabene-nya masih di pekarangan rumah kita sendiri. Mulai dari
permasalahan tata kelola pembangunan ‘Minimarket’ di sekitar pasar Babakan Madang
yang mematikan daya jual pedagang kaki lima (PKL) atau isu sengketa lahan yang
terjadi antara PT Sentul City dan warga Bojong Koneng, atau kasus Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang ada disekitar kampus kita dan masih banyak
isu-isu seksi lainnya.
Oleh
karena itu, jika GM terkhusus di kampus kita memecah keheningan, dengan tampil
melakukan demonstrasi atau sedikit upaya advokasi permasalahan yang telah
disampaikan diatas, ini akan menjadi “Terapi Kejut” bagi pemerintahan dan
korporasi yang berada di Kabupaten Bogor, khusunya Babakan Madang dan Sentul
City. Karena berdasarkan pengamatan penulis, pemerintahan kabupaten BOGOR
merupakan pemerintahan yang sepi dari kritik dan aksi koreksi GM. Hal ini bukan
berarti pemerintahan setempat bersih dari kesalahan, tapi bisa jadi ini bermula
dari ketumpulan pisau analisa sehingga berdampak pada kemandulan daya kritis
mahasiswa yang ada di kampus kita. Kita harus berani jujur, bahwa STEI Tazkia
merupakan kampus yang berdekatan dengan pusat kekuasaan dan sumber isu
nasional. Kalian tahu proyek Hambalang? Yah..Itu salah satunya.
Dalam
posisi demikian, tidak bisa tidak, GM perlu menghidupkan kembali semangat heroisme
yang tumbuh dari akar rumput tempat dimana ia berpijak. Yakni, sebuah kegiatan
GM yang memfokuskan isu kedaerahan, mulai dari pengkajian hingga pengadvokasian
masyarakat di sekitar kampus. Untuk itu, setiap GM seharusnya bisa mengevaluasi
kembali agendanya masing-masing, jangan sampai agenda dan program kerja hanya
sebatas pemoles agar mereka tidak dicap organisasi tanpa jejak sejarah atau
kamuflase agar terlihat eksistensinya.
Yang
menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, maukah GM menyikapi ini sebagai agenda
prioritas dan menjadi pion terdepan dalam melemparkan dan mengawal wacana
ke-daerahan tersebut?
ada baiknya setiap GM atau Gerakan Mahasiwa dianalisis sebelum terjun kelapangan, biar tidak hanya mengekor.
BalasHapushahahah, asal jangan kebanyakan analisa saj mad..
BalasHapusaksi tanpa diskusi anarki,
diskusi tanpa aksi onani..