Senin, 20 Oktober 2014

Budaya Menulis Sebagai Sumbu Perkaderan



www.anneahira.com 
Jum’at tanggal 1 Mei 20014, komisariat Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB cabang Bogor mengadakan latihan kader 1 (LK I). Seperti biasa LK diadakan di Gedung Serba Guna Mahasiswa Islam. Memang disanalah pusat kegiatan HMI cabang Bogor. Kurang lebih ada 16 peserta yang mengikuti LK kali ini. Dan kau tahu apa yang beda pada LK kali ini? Mayoritas pesertanya ialah kaum Hawa. Sungguh kabar yang gembira bahwa kedepannya Komisariat FEM tidak akan mengalami krisis kader Kohati seperti sebelum-sebelumnya, pun seperti yang terjadi saat ini, dimana yang mengisi Kepengurusan kohatinya cuma ada satu orang yang aktif (berdasarkan interaksi penulis dengan kawan-kawan FEM).


Jika melihat sejarah yang sudah-sudah, apa yang dilakukan Komisariat Fem termasuk rangkaian LK yang mantab. Betapa tidak, yang mengisi orasi ilmiahnya ialah prof Didin Damanhuri. Sungguh seorang sosok yang rendah hati, setingkat professor mampu menekan ego intelektulanya untuk turun gunung memberikan wejangan pada adik-adik, emm... lebih tepatnya cucu-cucunya. Bahkan sepengetahuan penulis, beliau pernah di daulat jadi pembicara dalam sebuah forum internasional. Cool, sendiko prof … Dan dari orasi yang ia sampaikan ada begitu banyak informasi yang penulis terima dan itu semua sangat memuaskan hasrat keingintahuan serta kekurangan info update yang jarang penulis dapatkan akhir akhir ini.


Baiklah kawan-kawan, tentu yang disampaikan Prof Didin juga akan penulis sampaikan pada kalian yang punya kesempatan membaca tulisan ini. Kalian tahu? Bahwa ada salah satu tokoh pendiri Tazkia kampus kita yang jarang sekali kita dengar namanya, terutama dari angkatan 11 keatas. Ya beliau adalah Prof Didin Damanhuri. “saya juga termasuk pendiri kampus Tazkia,” ujar beliau. 


Menurut beliau kita sekarang jangan terlalu bangga dengan pencapaian kita dalam bidang ekonomi islam. Dan jangan pernah beranggapan bahwa system ekonomi islam itu telah ada di bumi Indonesia ini. Karena menurut beliau, yang disebut ekonomi islam sekarang, hanyalah sebatas instrument dari ekonomi islam semata. Dimana hal itu hanya terejawantahkan pada sektor keuangan semata. Padahal jika kita berbicara mengenai ekonomi islam, kita berbicara mengenai seluruh prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan sumber daya yang ada, dengan aturan-aturan Allah. Dan perbankan hanyah salah satu dari sub bab ekonomi islam. Jadi kita jangan terlalu hanyut dalam euphoria pencapaian perbankan islam yang konon katanya, assetnya sekarang telah mencapai 200 triliyun. Tapi tidakkah kita sadari bahwa 200 triliyun tersebut 80% nya merupakan uang yang dikumpul dari daerah daerah, tapi apa faktanya, yang kembali ke daerah hanya 10% saja. Artinya dalam skala mikro, oke kita menerapkan system keuangan perbankan dengan mengunakan cara-cara islam namun dikala kita tengok dengan pola zoom out, ternyata kelanjutan dari uang tersebut belum beda jauh dengan yang ada di perbankan konvensional. Dimana perbankan hanya menitik beratkan hanya pencapaian materialis semata dan pertumbuhan menjadi orientasi yang utama. Namun ayal, harus abai terhadap ranah sosialnya.


Itulah sekilas cerita yang penulis dapatkan dari Prof  Didin. Tapi jangan khawatir karena cerita masih akan tetap berlanjut namun dengan isi yang berbeda. Ada beberapa hal yang bisa menjadi pemantik bagi komisariat kita. Setidaknya penulis menemukan pola komisariat yang budaya akademisnya bagus, yakni FEM. kekompakan antar anggota dan pengurus komisariat terjalin dengan intimnya. Hal ini penulis lihat ketika ada salah satu senior mereka yang wisuda, mereka dengan kompaknya mengucapkan selamat secara bersamaan ke pada si senior tersebut. Tidak hanya itu, merekapun berangkat LK II bersama-sama.


Di sisi lain budaya akdemis mereka juga keren. Bisa dilihat dari budaya menulis mereka. Setiap anggota biasanya menyumbangkan tulisan mereka untuk di posting di web secara berkala. Ini nama blognya hmikomisariatfemipb.blogspot.com silahkan dikunjungi. Salooot untuk teman-teman FEM. Ada yang bilang bahwa budaya tersebut terbangun karena didukung oleh kultur mereka sebagai komisariat ekonomi yang mau tidak mau harus berurusan dengan hal-hal penting di Negara ini. Setidaknya jika itu memang alasan yang melandasi terbentuknya budaya pada komisariat FEM, hal ini bisa menjadi modal awal bagi kita komisariat Tazkia, untuk melampau budaya baca, tulis dan diskusi lebih dari mereka. Karena kitapun hidup dalam budaya yang penuh dengan pembahasan ekonomi. Yok kawan.. kita lampaui mereka dan turut mewarnai budaya HMI Bogor dengan budaya produktif kita. Ya Rabb… Engkau yang Maha Membantu mewujudkan cita-cita Hambamu. Yassirna.. kami berharap, bisa mnejadi wakilmu yang amanah di muka bumi ini, dimulai dari ikut serta membantu mengembangkan ilmu pengetahuan ekonomi islam di kampus kami. Mohon Restu dan RidhoMu duhai Tuhan yang Mukholafatu lil hawadisi.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar