Kemarin pada hari ahad tanggal
16-11-2014 di kantin Andalusia saya ngobrol santai sama Pak Rosadi, beliau
termasuk staff di Kampus STEI Tazkia. Kami berdua ngalor-ngidul ngobrol hal-hal
kecil yang menurut pandangan penulis sangat kompleks terjadi di kalangan umat
Islam sendiri. Bayangkan, umat Islam terlalu sibuk saling sikut-menyikut,
terlalu sibuk saling salah-menyalahkan, dan terlalu sibuk benar-mebenarkan
pendapatnya sendiri tanpa mau mencari kebenaran dan keabsahan pendapat yang
diikutinya.
Umat
Islam masa kini terlalu frontal menyalahkan pendapat orang lain yang tidak
sejalan dengan pemikirannya, menganggap pendapat orang lain salah sehingga
memaksakan orang lain agar mengikuti pendapatnya, ini adalah kesalahan.
Bukankah perbedaan itu adalah alamiyah yang dianugerahkan Tuhan kepada
makhluknya? Bukankah Allah menciptakan bumi dan langit itu adalah symbol
perbedaan? Bukankah Allah menjadikan lelaki dan wanita adalah sunnatullah biar
saling melengkapi? Bukankah adanya malam dan siang adalah rahmat bagi semua
alam? Terus kenapa kita masih tunjuk hidung, hujat-menghujat, caci-mencaci? Toh
perbedaan adalah sunnatullah yang harus kita jalani dan tidak harus memaksakan
orang lain agar mengikuti pendapatnya. Bukankah begitu?
Aneh
rasanya, saat umat Islam masih berdebat khilafiyah-khilafiyah furu’iyah
(perbedaan-perbedaan cabang agama) yang tidak bersifat prinsipil dalam akidah
yang sebenarnya ulama dahulu kala telah membahasnya dengan keilmuan-keilmuan
mereka yang termaktub dalam lembaran-lembaran karya mereka yang abadi sampai
sekarang. Hari ini kita masih saling sikut-menyikut praktik qunut subuh atau
qunut witir yang dilakukan pada paruh bulan ramadhan, padahal ulama-ulama
salaf, madzhab yang empat (Imam Abu Hahifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam
Ahmad bin Hambali) telah membahasnya dengan detail akan perbedaan tersebut.
Ulama terdahulu legowo, menerima akan perbedaan-perbedaan yang terjadi
dikalangan mereka tanpa saling benci-membenci, hujat-menghujat. Selayaknya kita
harus bercermin kepada mereka dalam menyikapai perbedaan. Bahkan jauh sebelum
para ulama, para sahabat Nabi sudah terbiasa menyikapi dengan bijak
perbedaan-perbedaan yang terjadi dikalangan para sahabat.
Menurut
subjektif penulis, kenapa umat Islam saat ini tidak dewasa menyikapi perbedaan?
Karena mereka kurang membaca, kurang akan keilmuan. Seandainya mereka membaca
karya-karya ulama terdahulu dengan ikhlas akan didapati sebuah jawaban yang
menentramkan hati dan menerima akan sebuah perbedaan. Sebab perbedaan pendapat
terjadi karena factor perbedaan pemahaman dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits
dan ilmu-ilmu yang terkait, seperti perbedaan memahami ilmu Al-Qur’an, ilmu
mustalah hadis, ilmu ushul fiqih dll.
Coba
kalau kita putar mindset kita, jangan saling
menyalahkan orang yang sudah sholat baik dalam subuhnya berqunut atau
tidak, tetapi salahkanlah mereka-mereka yang tidak sholat, ajaklah mereka
sholat subuh berjama’ah. Keren kan! Akibat dari sibuknya kita selaku umat Islam
saling sikut-menyikut dalam perbedaan sehingga umat Islam rapuh, dan kecolongan
sehingga umat Islam di sentul Bogor tertipu oleh kristenisasi sebagaimana yang
diberitakan Baitul Maqdis, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Fajrussalam
Sentul Bogor KH. Mukti Ali didampingi Ustaz Herwan Ketua Santri Bela Agama dan
Negara Majelis Az Zikra, serta sejumlah pengasuh Ponpes mendatangi Polres
Kabupaten Bogor Selasa malam (5/11/2014) untuk melaporkan upaya kristenisasi
dan pemurtadan terhadap warga Sentul. Siapa yang salah? Kita sendiri yang
salah, sibuk berdebat sesama muslim dan tidak memikirkan nasib muslim yang
lain. Semoga kita umat Islam dapat mengambil pelajaran dari kisah diatas dan
tidak sibuk saling menyalahkan perbedaan furu’iyah yang sejatinya yang sudah
ada pembahsannya.
oleh Rohmatullah Adny Asmuny
Anggota DKM Andalusia dan Wasekum bidang PA HMI Cabang Bogor, komisariat Tazkia.