Rabu, 10 Desember 2014

Umat Islam Kecolongan, Sibuk Sikut-Menyikut.

                          


Kemarin pada hari ahad tanggal 16-11-2014 di kantin Andalusia saya ngobrol santai sama Pak Rosadi, beliau termasuk staff di Kampus STEI Tazkia. Kami berdua ngalor-ngidul ngobrol hal-hal kecil yang menurut pandangan penulis sangat kompleks terjadi di kalangan umat Islam sendiri. Bayangkan, umat Islam terlalu sibuk saling sikut-menyikut, terlalu sibuk saling salah-menyalahkan, dan terlalu sibuk benar-mebenarkan pendapatnya sendiri tanpa mau mencari kebenaran dan keabsahan pendapat yang diikutinya.


                Umat Islam masa kini terlalu frontal menyalahkan pendapat orang lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya, menganggap pendapat orang lain salah sehingga memaksakan orang lain agar mengikuti pendapatnya, ini adalah kesalahan. Bukankah perbedaan itu adalah alamiyah yang dianugerahkan Tuhan kepada makhluknya? Bukankah Allah menciptakan bumi dan langit itu adalah symbol perbedaan? Bukankah Allah menjadikan lelaki dan wanita adalah sunnatullah biar saling melengkapi? Bukankah adanya malam dan siang adalah rahmat bagi semua alam? Terus kenapa kita masih tunjuk hidung, hujat-menghujat, caci-mencaci? Toh perbedaan adalah sunnatullah yang harus kita jalani dan tidak harus memaksakan orang lain agar mengikuti pendapatnya. Bukankah begitu?

                Aneh rasanya, saat umat Islam masih berdebat khilafiyah-khilafiyah furu’iyah (perbedaan-perbedaan cabang agama) yang tidak bersifat prinsipil dalam akidah yang sebenarnya ulama dahulu kala telah membahasnya dengan keilmuan-keilmuan mereka yang termaktub dalam lembaran-lembaran karya mereka yang abadi sampai sekarang. Hari ini kita masih saling sikut-menyikut praktik qunut subuh atau qunut witir yang dilakukan pada paruh bulan ramadhan, padahal ulama-ulama salaf, madzhab yang empat (Imam Abu Hahifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambali) telah membahasnya dengan detail akan perbedaan tersebut. Ulama terdahulu legowo, menerima akan perbedaan-perbedaan yang terjadi dikalangan mereka tanpa saling benci-membenci, hujat-menghujat. Selayaknya kita harus bercermin kepada mereka dalam menyikapai perbedaan. Bahkan jauh sebelum para ulama, para sahabat Nabi sudah terbiasa menyikapi dengan bijak perbedaan-perbedaan yang terjadi dikalangan para sahabat.

                Menurut subjektif penulis, kenapa umat Islam saat ini tidak dewasa menyikapi perbedaan? Karena mereka kurang membaca, kurang akan keilmuan. Seandainya mereka membaca karya-karya ulama terdahulu dengan ikhlas akan didapati sebuah jawaban yang menentramkan hati dan menerima akan sebuah perbedaan. Sebab perbedaan pendapat terjadi karena factor perbedaan pemahaman dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits dan ilmu-ilmu yang terkait, seperti perbedaan memahami ilmu Al-Qur’an, ilmu mustalah hadis, ilmu ushul fiqih dll.

                Coba kalau kita putar mindset kita, jangan saling  menyalahkan orang yang sudah sholat baik dalam subuhnya berqunut atau tidak, tetapi salahkanlah mereka-mereka yang tidak sholat, ajaklah mereka sholat subuh berjama’ah. Keren kan! Akibat dari sibuknya kita selaku umat Islam saling sikut-menyikut dalam perbedaan sehingga umat Islam rapuh, dan kecolongan sehingga umat Islam di sentul Bogor tertipu oleh kristenisasi sebagaimana yang diberitakan Baitul Maqdis, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Fajrussalam Sentul Bogor KH. Mukti Ali didampingi Ustaz Herwan Ketua Santri Bela Agama dan Negara Majelis Az Zikra, serta sejumlah pengasuh Ponpes mendatangi Polres Kabupaten Bogor Selasa malam (5/11/2014) untuk melaporkan upaya kristenisasi dan pemurtadan terhadap warga Sentul. Siapa yang salah? Kita sendiri yang salah, sibuk berdebat sesama muslim dan tidak memikirkan nasib muslim yang lain. Semoga kita umat Islam dapat mengambil pelajaran dari kisah diatas dan tidak sibuk saling menyalahkan perbedaan furu’iyah yang sejatinya yang sudah ada pembahsannya.




oleh Rohmatullah Adny Asmuny

Anggota DKM Andalusia dan Wasekum bidang PA HMI Cabang Bogor, komisariat Tazkia.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar