Sudah maklum bahwa sistem perekonomian yang banyak diterapkan di seluruh dunia adalah
sistem perekonomian yang liberal dan kapitalis. Tetapi sebenarnya sistem perekonomian yang liberalis
termasuk kapitalisme dan sosialisme memiliki kerapuhan dan tidak mampu
menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi umat manusia. Terbukti terjadinya krisis finansial global di negara Adidaya telah menunjukkan kepada kita,
bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang diandalkan dalam perekonomian dunia, hancur dan tidak dapat bertahan.
Sebagai perbandingan marilah kita tengok
sejarah keberadaan sistem ekonomi syariah yang sedikit demi sedikit mulai
digandrungi oleh praktisi ekonomi. Berdasarkan
fakta, negara yang mengadopsi dan mengaplikasikan sistem
ekonomi syariah tersebut
terbebas dari krisis finansial global dan mampu bertahan sebab tidak terkena efek domino
dari krisis global. Sebagaimana maklum, menurut banyak
pengamat ekonomi, terjadinya krisis global barawal dari konsep bunga yang
membasar dan meledak. Bukti yang lain, seperti yang kita lihat dalam satu dekade terakhir ini, sistem
perekonomian syari’ah berjalan dengan sangat pesat dan signifikan.
Setelah terjadi krisis global pada tahun
2008, ekonomi syari’ah mulai dilirik oleh banyak pihak, lantaran perbankan yang mengaplikasikan
sistem ekonomi syariah tidak terkena imbas dari krisis global. Dahulu sistem eknomi syariah hanya
digunakan sebagai sistem alternatif saja untuk
penyelesaian problematika
ekonomi. Sebagaiamana
yang kita ketahui bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat penerapan sistem
kapitalis-sosialis (sekuler) itu hanya menyebabkan perekonomian berputar pada
satu garis saja, yaitu dimana perekonomian menuju puncak dan kemudian jatuh ke
fase krisis lagi. Karakteristik sistem ekonomi sekuler seperti inilah yang merusak
dirinya sendiri, sistem ekonomi ini tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri
tetapi malah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam masyarakat,
seperti kemiskinan dan kerusakan lingkungan.
Tapi disayangkan, dalam kehidupan kita sehari-hari masih ditemukan dalam
praktik ekonomi, masih menganut paham liberalis sehingga dalam praktiknya lebih
mementingkan
diri sendiri, melegalkan
segala cara demi mencapai target bisnisnya tanpa melihat apakah halal atau
haram, serta tidak
mengindahkan peraturan-peraturan yang berlaku dalam ajaran Islam. Padahal sebagai seorang muslim harusnya wajib mengetahui
prinsip-prinsip yang digunakan dalam Islam dari segala aspek, baik aspek
ibadah, social dan muamalah atau kegiatan ekonomi. Sebab Islam tidak membedakan antara ibadah,
dan ekonomi. Agar dalam praktik ekonomi tidak keluar dari jalan syariah, maka
seorang muslim di tuntut untuk mengetahui tata cara yang benar dalam
menjalankan aktivitas perekonomiannya. Dalam aktivitas ekonomi Islam terdapat
beberapa sumber hukum yang primer maupun sekunder. Sumber hukum primer adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hukum sekunder adalah Ijma’, Ijtihad, dan
Qiyas.
Ayat-ayat Allah banyak yang menjelaskan tentang berbagai macam
peraturan dalam transaksi ekonomi sesuai dengan syariat hukum Islam. Ayat-ayat
ini pulalah yang digunakan sebagai sumber hukum yang paling utama disamping
sumber hukum lainnya. Berbeda dengan As-Sunnah, yang merupakan fenomena praktik
yang sesungguhnya dari baginda Muhammad saw mengenai masalah-masalah yang lahir
ditengah kaum muslimin, namun tetap bersandar pada wahyu Allah. ‘Ijma di sini
berarti hukum Islam yang bersumber dari kumpulan kesepakatan para ulama setelah
wafatnya Rasulullah saw. Sedangkan
ijtihad ialah sumber hukum yang berasal dari ilmu yang dicari dengan memutuskan
suatu perkara yang tidak di bahas dalam Al-Qur’an maupun hadits dengan syarat
menggunakan akal sehat dan pertimbangan yang matang. Dan sumber hukum yang terakhir
ialah qiyas yang merupakan suatu penetapan hukum suatu perkara yang baru dan
belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dan sebab, manfaat,
bahaya, dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan bahwa manusia itu memiliki
sifat yang paradoksal yaitu seolah-olah mereka bertentangan (berlawanan) dengan
pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.
Terkadang sifat ini dapat memengaruhi hal-hal yang positif maupun hal-hal
negatif. Karena itu, untuk menghindari hal-hal negatif yang terjadi dalam
aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh sifat tersebut, diajarkan bagi kita
untuk mengetahui konsep serta prinsip ekonomi syari’ah yang telah disyariatkan
dalam agama Islam sebelum kita bertransaksi, agar tidak menyeleweng dari
tatanan agama. Apabila manusia memahami teori ekonomi Islam melalui ayat Allah,
maka Allah pasti akan menunjukkannya jalan yang terbaik dalam perekonomiannya
serta melahirkan rahmat antara hubungannya terhadap Allah.
Haider Naqvi seorang ekonom Pakistan menyatakan bahwa
perkembangan ekonomi Islam itu harus didasarkan pada 4 pernyataan, yaitu unity,
equilibrium, free will, dan responsibility. Artinya sistem ekonomi Islam
dibangun dengan tujuan moral, keselarasan, keadilan, kebebasan yang tidak
merusak keselarasan, serta keadilan dan tanggung jawab. Seseorang yang ingin
mendalami tentang ekonomi Islam juga harus disiplin dalam menerapkannya dalam
kehidupannya serta mendalami ilmu tersebut pada orang serta tempat yang tepat.
Ala kulli haal, ekonomi Islam sekarang sudah mulai dipilih oleh masyarakat muslim
maupun non-muslim, itu disebabkan karena transaksi yang diterapkan di dalamnya
bersifat adil dan saling menguntungkan serta tidak merugikan. Maka mari kita bersama rubah tatanan kita beraktivitas dalam ekonomi dengan menggunakan
konsep ekonomi syari’ah yang lebih diridhoi Allah SWT.
Ditulis oleh: Nifi Devianty Nurhikmah
Kader HMI Komisariat Tazkia
Cabang Bogor.