Jumat, 29 Mei 2015

MENGAPLIKASIKAN EKONOMI ISLAM ERA GLOBALISASI


Sudah maklum bahwa sistem perekonomian yang banyak diterapkan di seluruh dunia adalah sistem perekonomian yang liberal dan kapitalis. Tetapi sebenarnya sistem perekonomian yang liberalis termasuk kapitalisme dan sosialisme memiliki kerapuhan dan tidak mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi umat manusia. Terbukti terjadinya krisis finansial global di negara Adidaya  telah menunjukkan kepada kita, bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang diandalkan dalam perekonomian dunia, hancur dan tidak dapat bertahan.
Sebagai perbandingan marilah kita tengok sejarah keberadaan sistem ekonomi syariah yang sedikit demi sedikit mulai digandrungi oleh praktisi ekonomi. Berdasarkan fakta,  negara yang mengadopsi dan mengaplikasikan sistem ekonomi syariah tersebut terbebas dari krisis finansial global dan mampu bertahan sebab tidak terkena efek domino dari krisis global. Sebagaimana maklum, menurut banyak pengamat ekonomi, terjadinya krisis global barawal dari konsep bunga yang membasar dan meledak. Bukti yang lain, seperti yang kita lihat dalam satu dekade terakhir ini, sistem perekonomian syari’ah berjalan dengan sangat  pesat dan signifikan.

Setelah terjadi krisis global pada tahun 2008, ekonomi syari’ah mulai dilirik oleh banyak pihak, lantaran perbankan yang mengaplikasikan sistem ekonomi syariah tidak terkena imbas dari krisis global. Dahulu sistem eknomi syariah hanya digunakan sebagai sistem alternatif saja untuk penyelesaian problematika ekonomi. Sebagaiamana yang kita ketahui bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat penerapan sistem kapitalis-sosialis (sekuler) itu hanya menyebabkan perekonomian berputar pada satu garis saja, yaitu dimana perekonomian menuju puncak dan kemudian jatuh ke fase krisis lagi. Karakteristik sistem ekonomi sekuler seperti inilah yang merusak dirinya sendiri, sistem ekonomi ini tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tetapi malah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam masyarakat, seperti kemiskinan dan kerusakan lingkungan.

Tapi disayangkan, dalam kehidupan kita sehari-hari masih ditemukan dalam praktik ekonomi, masih menganut paham liberalis sehingga dalam praktiknya lebih mementingkan diri sendiri, melegalkan segala cara demi mencapai target bisnisnya tanpa melihat apakah halal atau haram, serta tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang berlaku dalam ajaran Islam. Padahal sebagai seorang muslim harusnya wajib mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan dalam Islam dari segala aspek, baik aspek ibadah, social dan muamalah atau kegiatan ekonomi.  Sebab Islam tidak membedakan antara ibadah, dan ekonomi. Agar dalam praktik ekonomi tidak keluar dari jalan syariah, maka seorang muslim di tuntut untuk mengetahui tata cara yang benar dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya. Dalam aktivitas ekonomi Islam terdapat beberapa sumber hukum yang primer maupun sekunder. Sumber hukum primer adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hukum sekunder adalah Ijma’, Ijtihad, dan Qiyas.

Ayat-ayat Allah banyak yang menjelaskan tentang berbagai macam peraturan dalam transaksi ekonomi sesuai dengan syariat hukum Islam. Ayat-ayat ini pulalah yang digunakan sebagai sumber hukum yang paling utama disamping sumber hukum lainnya. Berbeda dengan As-Sunnah, yang merupakan fenomena praktik yang sesungguhnya dari baginda Muhammad saw mengenai masalah-masalah yang lahir ditengah kaum muslimin, namun tetap bersandar pada wahyu Allah. ‘Ijma di sini berarti hukum Islam yang bersumber dari kumpulan kesepakatan para ulama setelah wafatnya Rasulullah saw. Sedangkan ijtihad ialah sumber hukum yang berasal dari ilmu yang dicari dengan memutuskan suatu perkara yang tidak di bahas dalam Al-Qur’an maupun hadits dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan yang matang. Dan sumber hukum yang terakhir ialah qiyas yang merupakan suatu penetapan hukum suatu perkara yang baru dan belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dan sebab, manfaat, bahaya, dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan bahwa manusia itu memiliki sifat yang paradoksal yaitu seolah-olah mereka bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Terkadang sifat ini dapat memengaruhi hal-hal yang positif maupun hal-hal negatif. Karena itu, untuk menghindari hal-hal negatif yang terjadi dalam aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh sifat tersebut, diajarkan bagi kita untuk mengetahui konsep serta prinsip ekonomi syari’ah yang telah disyariatkan dalam agama Islam sebelum kita bertransaksi, agar tidak menyeleweng dari tatanan agama. Apabila manusia memahami teori ekonomi Islam melalui ayat Allah, maka Allah pasti akan menunjukkannya jalan yang terbaik dalam perekonomiannya serta melahirkan rahmat antara hubungannya terhadap Allah.

Haider Naqvi seorang ekonom Pakistan menyatakan bahwa perkembangan ekonomi Islam itu harus didasarkan pada 4 pernyataan, yaitu unity, equilibrium, free will, dan responsibility. Artinya sistem ekonomi Islam dibangun dengan tujuan moral, keselarasan, keadilan, kebebasan yang tidak merusak keselarasan, serta keadilan dan tanggung jawab. Seseorang yang ingin mendalami tentang ekonomi Islam juga harus disiplin dalam menerapkannya dalam kehidupannya serta mendalami ilmu tersebut pada orang serta tempat yang tepat. 
Ala kulli haal, ekonomi Islam sekarang sudah mulai dipilih oleh masyarakat muslim maupun non-muslim, itu disebabkan karena transaksi yang diterapkan di dalamnya bersifat adil dan saling menguntungkan serta tidak merugikan. Maka mari kita bersama rubah tatanan kita beraktivitas dalam ekonomi dengan menggunakan konsep ekonomi syari’ah yang lebih diridhoi Allah SWT. 

Ditulis oleh: Nifi Devianty Nurhikmah
Kader HMI Komisariat Tazkia 
Cabang Bogor.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar