PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia yang menjujung tinggi konstitusi sebagai dasar undang undang yang dijalankan belum sepenuhnya bisa membawa rakyat kepada ranah keadilan dan kemakmuran yang diridhoi Allah Subhanhu Wata’ala. Prilaku pemangku kekuasaan yang bertugas sebagai nahkoda demokrasi belum sepenuhnya bisa memenuhi apa yang diinginkan rakyat. Terlalu disibukkan oleh kepentingan golongan, berusaha mengamnakan kekuasaan, sikut menyikat antara satu dengan yang lain menunjukkan demokrasi yang kurang sehat. Sekali lagi masyarakat menjadi korban.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terus selalu exsis memciptkan kader kader pemimpin bangsa selama 67 tahun. Dengan dimotori oleh Ir. Lapran Pane atas dasar kegelisahan yang terjadi pada saat itu, bahwa banyak mahasiswa yang belum menemukan jati dirinya dalam kehidupanya sehingga tercetuslah pembentukan Himpunan Mahasisiwa Islam (HMI) pada bulan Januari 1947 di Universitas Islam Indonesi.[2] Perkaderan merupkan hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan HMI, dari perkaderan ini HMI terus menyumbangkan para pemimpin pemimpin bangsa. Perkaderan merupakn ruh dan inti dari pergerakan HMI. Tampa adanya perkaderan HMI tidak akan exsis dan besar hingga saat ini. Sesuai dengan Anggaran Dasar (AD) dan anggaran Rumah tangga (ART) telah menjelaskan bahwa HMI adalah organisi Perkaderan yang bertujuan atas terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil makmur yg diridhai Allah Subhanahu wataala.
Dari tujuan HMI ini dibuatlah aturan dan mekanisme agar bisa menciptakan kader yang berkualitas dan bisa memimpin negara dan bangsa. Dimulai dari Latihan Kader 1 sebagai gerbong dasar dalam pembentuakan dasar karakter kader, dilanjutkan dengan Latihan Kader 2 dengan tujuan agar meningkatkan kualitas karakter yang sudah dibentuk, dan Latihan Kader 3 dengan tujuan menciptakan kader yang benar benar berkualitas serta bisa menjawab tantangan yang dihadapi bangsa. HMI tidak berhenti pada proses latihan itu saja, namun HMI terus berupaya mengawal kader HMI agar terus berada pada jalan yang telah ditetapkan. Maka dibentukan setiap kegiatan yang dapat menunjang semua kebutahan mahasiwa memalui Komisariat , Cabang, Badan kordinasi, dan Pengurus Besar HMI. Hal ini merupskan ikhtiayar yang dibangun dengan tujuan menciptakan kader yang berkualiatas bisa mengawal demokrasi di Indonesia. Di era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam permasalah mulai dari perpolitikan, ekonomi, dan lain sebaginya menjadikan tantangan yang harus ditaklukan oleh kader HMI.
Terlebih semenjak pergolakan perpolitikan yang dimulai di Indonesia dimasa orde baru, dilanjutkan dengan masa orde lama selama 32 tahun lamanya. Lalu berlanjut pada masa reformasi yang dipimpin oleh presiden B.J Habibi. Berbicara demograsi bukanlah yang tabu bagi mahasiswa terlebih bagi Himpunan Mahasiswa Islam, demokrasi telah lama ketika masa orde lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan istilah Demograsi terpimpin dengan tujuan meredem desakan dari golongan yang ingin mendengungkan Domokrasi Liberal [3], namun hal itu tidak berjalan lama lantaran masa orde lama digantikan oleh masa orde baru yang menjajikan demograsi liberal. Namun pada kenyataanya demokrasi yang proklamasikan oleh pemerintahan orde baru tidak berjalan malah berubah menjadi Demokrasi Pancasila [4]. Ketika pemerintahan Presiden Soeharto jatuh dan dilanjutkan dengan B.j Habibi maka pada saat itu Indonesia resmi menjadikan Negara domkrasi liberal yang terus berlanjut hingga masa KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), Megawati Soekarno Puteri, dan puncaknya pada masa Sosilo Banbang Yudoyono yang langsung dipilih oleh seluruh rakyat Indonesi.
Lantas dimana peran Himpunan mahasiswa islam dalam mengawal demokrasi? dilihat dari sejarah dari Himpunan mahasiswa islam ini telah banyak melahirkan para pemimpin Bangsa. Dari sini Penulis berinisiatif untuk mengupas aktualisasi Mision HMI (Insan Cita) dalam mengawal demokrasi indonesi sehingga menjadi ‘’Baldatun Toyyibatu wa Robbun ghafur” dengan judul “Aktualisai Insan Cita HMI (Mision) Dalam Menjalankan Demokrasi”
PEMBAHASAN
Landasan Teori
Pada landasan teori ini akan membahas terkait pengertian dasar dari Demokrasi, pemikiran dan pandangan tokoh tentang Demokrasi, Aktaulisasi Insan cita dalam mengawal Demokrasi Indonesia, diharapkan dari pengaktualannya dalam kehidupan nyata para kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dapat menjadi Kader yang sempurna (Insan Kamil), serta dapat mengawal Demokrasi yang baik dan sehat dan pada akhirnya Indonesia akan menjadi ’’Baldatun Toyyibatun wa robbun ghafur’’.
Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli:
Kata Demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “Kratei” yang berarti pemerintah. Demokrasi adalah Sistem pemerintahan yang kekuasaan tertingginya dipegang oleh rakyat [5].
Ø Aristoteles, Demokrasi adalah suatu kebebasan, yaitu kebebasan setiap warga negara dapat berbagi kekuasan, Aristoteles mengutarakan bahwa setiap warga negara itu setara dalam jumlah, yaitu satu individu, dalam demokrasi tidak ada penilaian terhadap tingginya nilai individu tersebut, setiap warga negara sama.
Ø Abraham Lincoln, Demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ø Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan penting dalam suatu pemerintah yang baik secara langsung maupun tidak
Ø Samuel Huntington, Demokrasi ada jika setiap pemegang kekuasaan dalam suatu negara dipilih secara umum, adil, dan jujur, para peserta boleh bersaing secara bersih, dan semua masyarakat memiliki hak setara dalam pemilihan.
Pemikiran Hatta Tentang Demokrasi
Cita-cita tentang keadilan sosial adalah sari pati dari nilai-nilai timur dan barat yang mengkristal dan membentuk visi Hatta mengenai masalah-masalah politik kenegaraan. Hatta sangat percaya bahwa demokrasi adalah hari depan sistem politik Indonesia. Kepercayaan yang mendalam kepada prinsip demokrasi inilah yang pernah menempatkan Hatta pada posisi yang berseberangan dengan Bung Karno ketika masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)[6]. Hatta menilai sistem ini sebagai sistem otoriterian yang menindas demokrasi. Sekalipun pendapatnya berbenturan dengan Bung Karno, Hatta tetap saja memberikan fair chance kepada presiden untuk membuktikan dalam realitas.
Sekalipun tertindas, di mata Hatta demokrasi tidak akan pernah lenyap dari bumi Indonesia. Menurut Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi yang mengakar di Indonesia. Pertama (1), Sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip Humanisme, sementara prinsi-prinsip ini dinilai juga sekaligus sebagai tujuan. Kedua (2), Ajaran Islam memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga (3), Pola hidup dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah Indonesia. Ketiga sumber inilah yang akan menjamin kelestarian demokrasi di Indonesia. Baginya, suatu kombinasi organik antara tiga sumber kekuatan yang bercorak Sosio Religius inilah yang memberi keyakinan kepada Hatta bahwa demokrasi telah lama berakar di Indonesia tidak terkecuali di desa-desa. Bila di desa yang menjadi tempat tinggal sekitar 70% rakyat Indonesia masih mampu bertahan, maka siapakah yang meragukan hari depan demokrasi di Indonesia.
Tetapi memang sia-sia, sistem Feodal sering mengganjal perkembangan demokrasi di Indonesia pada berbagai periode sejarah Indonesia modern. Periode demokrasi terpimpin dan periode demokrasi Pancasila (Orde Baru) sama-sama ditandai oleh berlakunya sistem politik otoriterian dengan topangan Subkultur neo-feodalisme. Hatta sangat prihatin melihat perkembangan politik yang tidak sehat, tetapi rezim berkuasa menciptakan kedua sistem tersebut tidak mau ‘mendengar’ nasehat Hatta. Akhirnya mereka hancur lewat cara yang destruktif. Sebelum wafat (14 Maret 1980), Hatta tampaknya sangat kecewa melihat perkembangan politik yang semakin lepas kendali. Dalam kesempatan lain Bung Hatta mengatakan telah lama makan hati melihat keadaan yang menjauhkan bangsa bagi terwujudnya keutuhan Bangsa Indonesia. Kasus korupsi dalam tubuh Pertamina awal tahun 1970-an yang dibongkar Mochtar Lubis melalui koran Indonesia Raya sangat menyakitkan Hatta. Lubis menulis “Betapa Hati Bung Hatta amat Gundah Melihat Perkembangan yang terjadi di Pertamina, dan dengan Kasus Korupsi lainnya di tanah air [7]. Dari pandangan Bung Hatta kita dapat memahami terkait perkembangan Demokrasi dari masa kebangkitan Indonesia.
Pemikiran Soekarno Tentang Demokrasi
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menjelaskan konsep Sosio-demokrasi dan Sosio-ekonomi. Bung Karno menjelaskan dalam buku Dibawah Bendera Revolusi.[8] Dalam pengantar tulisanya “Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi”, Soekarno membuka tulisan dengan menyajikan bagaimana sejarah lahirnya demokrasi dinegeri barat. Menurutnya, demokrasi barat hanya menghasilkan demokrasi politik saja dimana itu dinilai oleh Bung Karno “belum menyelamatkan rakyat”. Dengan mengutip sejarah revolusi Perancis, Bung Karno mengajak kita untuk melihat bahwasanya revolusi Perancis bukanlah revolusi yang murni dari rakyat, melainkan revolusinya kaum Borjuis yang memperalat rakyat untuk menumbangkan Otokrasi. Setelah kekuasaan Raja jatuh, maka diganti dengan sistem pemerintahan demokrasi. Di negeri itu kemudian diadakan parlemen dimana rakyat boleh mengirim wakilnya kedalamnya. Cara inilah yang kata Bung Karno dipakai oleh semua negeri Eropa Barat dan Amerika serta disebutnya sebagai demokrasi politik saja.
Dalam demokrasi politik ini, rakyat jelata mempunyai hak politik dimana boleh memilih dan dipilih, boleh membuat usul, boleh setuju atau tidak setuju, boleh membuat undang-undang baru dan menjatuhkan pemerintah. Sekilas, hal ini sudah tampak sebagai pemerintahan yang ideal. Namun, jika kita telusuri lebih dalam lagi, rakyat di negeri yang menganut hanya demokrasi politik saja, menurut Bung Karno belumlah 100 % senang. Di dalam urusan politik memang terpenuhi semua haknya rakyat. Tetapi dalam urusan ekonomi, belum tentu. Rakyat banyak yang masih hidup sengsara. Oleh karena itu, Bung Karno berpendapat bahwa demokrasi politik saja belumlah cukup. Kita perlu demokrasi ekonomi.
Namun apa yang dimaksudkan dengan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Demokrasi politik dalam arti kesamaan hak di lapangan politik akan tetap satu demokrasi borjuis manakala tidak dilengkapi dengan kesamarataan di lapangan ekonomi. Di lapangan politik bisa saja rakyat adalah Raja. Tetapi dalam lapangan ekonomi, ia tetaplah budak. Meskipun ada parlemen, Bung Karno berpendapat dalam parlemen tersebut, mayoritas kursi akan diisi oleh kaum borjuis yang punya alat produksi yang jauh dari rakyat kebanyakan.
Bung Karno mengajak kaum nasionalis Indonesia tidak boleh mengeramatkan demokrasi yang demikian itu. Nasionalisme Indonesia sudah seharusnya tidak mencari citra saja, melainkan selamatnya semua manusia atau Sosio-Nasionalisme. Juga demokrasi kita haruslah demokrasi yang Sosio-Demokrasi. Sosio-Nasionalisme adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena Rasa saja, tidak karna Lirik saja, tetapi karena keadaan yang nyata dihadapi masyarakat. Jadi Sosio-Nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi, suatu nasionalisme yang mencari kesuksesan politik dan kesuksesan ekonomi. Sedangkan Sosio-Nasionalisme adalah demokrasi yang berdiri dengan dua kakinya di dalam masyarakat. Artinya, demokrasi yang mencari keberesan politik dan ekonomi. Pemikiran Bung Karno tentang demokrasi politik dan demokrasi ekonomi masih sangat relevan dalam era sekarang.
Pada tahun 1930-an melalui tulisannya dalam harian ”Fikiran Ra’yat”[9], Soekarno mengatakan bahwa nasionalisme kita adalah Sosio-Nasionalisme dan demokrasi kita adalah Sosio-Demokrasi. Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi ini merupakan istilah yang dibuat oleh Soekarno sendiri untuk membedakannya dengan nasionalisme dan demokrasi bangsa lain. ”Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari Gebyarnya atau kilaunya negeri luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia. Lalu, apa itu Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi? Marilah kita simak ulasan Soekarno tentang sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi sebagai berikut:
Sosio adalah terambil daripada perkataan yang berarti: masyarakat, pergaulan-hidup, hirup-kumbuh, Siahwee. Sosio-nasionalisme adalah dus: Nasionalisme-Masyarakat, dan Sosio-Demokrasi adalah Demokrasi-Masyarakat. Nasionalisme-Masyarakat adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena Rasa saja, tidak karena Gevoel” saja, tidak karena Lirik saja. Tetapi, ialah karena keadaan-keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Sosio-Nasionalisme bukanlah nasionalisme Ngelamun, bukanlah nasionalisme Kemenyan, bukanlah nasionalisme Melayang, tetapi ialah nasionalisme yang dengan kedua kakinya berdiri di dalam masyarakat. Memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga keadaan yang pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, tidak ada kaum yang papa-sengsara. Jadi, Sosio-Nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi suatu nasionalisme yang bermaksud mencari kesuksesan politik dan kesuksesan ekonomi, kesuksesan negeri dan kesuksesan rejeki.
Sosio-Demokrasi adalah demokrasi-masyarakat yang timbul karena Sosio-Nasionalisme. Demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Prancis, bukan demokrasi ala ia adalah demokrasi sejati yang mencari kesuksesan politik dan ekonomi, kesuksesan negeri dan kesuksesan rejeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi.
Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan asas. Menurut Soekarno kedua asas ini tidak boleh berubah sampai dunia ini hancur lebur, sampai kiamat sekalipun. Dalam hal ini, Soekarno membedakan antara asas dan asas perjuangan. Kedua asas ini lahir dari kritik Soekarno terhadap demokrasi Barat. Demokrasi Barat pertama kali didengungkan setelah terjadi pemberontakan Prancis 1917 dengan semboyan Liberte, Egalite, Fraternite. kemerdekaan, persamaan,dan persaudaraan. Sebelum terjadinya pemberontakan Prancis, bentuk pemerintahannya adalah Monarki, cara pemerintahannya adalah Otokrasi, dan masyarakatnya disebut dengan masyarakat Feodal.
Raja menyebut dirinya sebagai Negara itu sendiri. Artinya, raja memiliki otoritas penuh dalam menentukan nasib rakyatnya. Pemerintahan Otokrasi ini disokong oleh golongan ningrat dan agamawan. Akan tetapi, lambat laun, muncullah satu kelas baru, satu golongan baru, yang semakin lama semakin terusik oleh aturan-aturan, undang-undang, dan cara pemerintahan otokrasi ini. Golongan atau kelas baru ini adalah kaum Borjuis. Demi kesejahteraan dan keselamatan perusahan-perusahaan dan perniagaan mereka, maka perlu bagi mereka untuk mendapatkan kekuasaan pemerintahan. Sistem pemerintahan otokrasi harus dihancurkan. Akan tetapi, kaum borjuasi ketika itu belum mempunyai kekuatan untuk melakukan itu. Maka satu-satunya cara ialah dengan memanfaatkan rakyat jelata.
Dengan iming-iming bahwa nanti ketika kita berhasil menghancurkan sistem pemerintahan otokrasi ini, maka kita buat parlemen, di sana akan ada utusan atau perwakilan masing-masing golongan. Ironisnya, ketika otokrasi berhasil dihancurkan oleh rakyat jelata, dan diadakan parlemen, pengangguran merajalela, rakyat tidak sejahtera, bahkan sengsara. Sebab Demokrasi Barat atau Demokrasi Parlementer menumbuh-suburkan Kapitalisme. Bahwa kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi, menjadi sebabnya nilai lebih. Oleh karenanya pula menyebabkan akumulasi kapital, konsentrasi kapital, sentralisasi kapital, dan Industrielle Reserve-Armee (tentara kaum penganggur). Kapitalisme mempunyai arah kepada Verelendung, yakni menyebarkan kesengsaraan. Sebab, demokrasi yang seperti ini hanyalah demokrasi parlemen saja, yakni hanya demokrasi politik saja, bukan demokrasi ekonomi. Seperti yang dikatakan Soekarno:
Tiap-tiap kaum proletar kini bisa ikut memilih wakil ke dalam parlemen itu, tiap-tiap kaum proletar kini bisa ”ikut memerintah”! Tetapi pada saat ia bisa menjadi ”raja” di parlemen itu, pada saat itu juga ia sendiri bisa diusir dari pabrik di mana ia bekerja dengan upah kokoro—dilemparkan di atas jalan, menjadi orang pengangguran !
Maka, Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi tidak boleh kita tinggalkan, sebagai asas yang berdiri dengan dua kakinya di tengah-tengah masyarakat, yang meluruskan kepincangan-kepincangan di dalam masyarakat dan dengan semangat perjuangan: Non-kooperasi, Machtvorming, Massa-Aksi, dan lain-lain. Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi ini juga tertuang dalam Pancasila. Ketika Soekarno menawarkan lima sila(Panca Sila), yakni Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan dan Ketuhanan, dan apabila kelima sila ini tidak diterima, maka kata Soekarno, Saya akan memerasnya menjadi tiga. Dua dasar yang pertama, Kebangsaan dan Internasionalisme, Kebangsaan dan Perikemanusiaan, saya peras menjadi satu, yakni Sosio-Nasionalisme. Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi Politiek-Economische Democratie, yaitu politik demokrasi dengan Sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peras pula menjadi satu, yakni Sosio-Demokrasi. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi, yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan. Inilah Weltanschauung kita ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka.
Mission HMI
‘’ SEMUA YANG ADA PASTI DICIPTAKAN DAN SEMUA YANG DICIPTAKAN MESTI MEMILIKI TUJUAN .’’
Himpunan Mahasiswa Islam yang dilahirkan di tengah pergolakan fisik dan ideologi bangsa (5 Februari 1947), menjadikan dua mainstream (arus besar pemikiran) ke-Islaman dan ke-Bangsaan dalam landasan aksinya (eagen action), yakni sebagai Interes group (kelompok kepentingan) dan Preessure group (kelompok penekan). Kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah terutama nilai-nilai Islam secara normatif pada setiap level kemasyarakatan sedangkan pada posisi penekan keinginan sebagai pejuang Allah dalam melakukan pembebasan kepada kaum mustadafin (tertindas). Sedangkan sebagai Khalifah, dituntut mengejawantahkan nilai-nilai Ilahiyah di bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadiratnya meneladani dengan bingkai pengabdian kehadiratnya melahirkan konsekwensi untuk melakukan pembebasan (liberation) dari belenggu selain Tuhan. Dalam kontek ini seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah Thagut yang harus dilawan[10].
Tugas yang lebih jelas dalam konsep Khalifah di muka bumi adalah manusia harus tampil untuk melakukan sebuah perubahan sesuai misi yang diemban oleh para Anbiya’ yaitu menjadikan Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Ini bermakna, bahwa Islam adalah mencita-citakan terbentuknya suatu masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal broderhoood), Egaliter (sejajar), demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization) serta secara istikamah (Ajeg) melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindaas (mustadafin)
Mission adalah cita-cita yang dirumuskan dalam tujuan. HMI adalah anak kandung revolusi sekaligus anak kandung umat Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. Itulah kemudian menetapkan cita-cita pada Kongres I HMI di Yogyakarta, 30 November 1947, yang tertuang dalam Pasal 4 AD, membalik rumusan menjadi: (1). Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam; dan (2). Mempertinggi Derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia. HMI lebih memilih menjadi Anak Umat daripada Anak Bangsa. Kemudian disusul Kongres Bandung (4 Oktober 1955) yang memposisikan HMI sebagai Organisasi Kader,bukan organisasi massa yang sarat politik praktis. Maka dirumuskan tujuan HMI menjadi Ikut mengusahakan terbentuknya manusia Akademis, Pencipta dan Pengabdi yang Bernafaskan Islam. Lalu disempurnakan dalam Kongres X di Palembang (10 Oktober 1971) dengan rumusan tujuan HMI berbunyi ‘’Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam dan Bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang Diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala".[11]
Sebagai organisasi Kader, mengemban beban tugas suci itu dituntut memiliki komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqamah dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Seorang kader adalah tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Fokusnya memiliki watak pejuang yang menjadikan Islam sebagaiu doktrin kekaderannya sumber kebenaran yang paling hakiki. Ada dua cita yang dirumuskan, yaitu "Insan Cita" dan "Masyarakat Cita" secara eksplisit berbicara tentang fungsi perkaderan dan peran perjuangan. Artinya, kader HMI harus mampu mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan yang ingin dibangun yakni: Terbinanya Insan Akademis Pencipta, Pengabdi yang Bernapaskan Islam dan bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang di Ridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala (AD HMI).
Insan Cita
Insan Cita Adalah dunia cita, ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI dalam pribadi seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa 17 kualitas pribadi yang intinya sebagai gambaran "Man of Future"; yaitu insan pelopor, berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Secara konkrit dirumuskan dalam lima kualitas, yaitu [12]:
(1) Berkualitas Insan akademis yang ditandai dengan semangat pendidikan yang tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional obyektif dan kritis. Memiliki kempuan teoritis serta mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirasakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupun teknis dan sangup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
(2) Kualitas Insan Pencipta. Yaitu sanggup melihat kemungkinan kemungkinan yang lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagsan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. Bersikap independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menemukan bentuk yang indah-indah. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan (amal shaleh) yang disemangati ajaran Islam.
(3) Kualitas Insan Pengabdi.Yakni Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat. Sadar membawa tugas insan pengabdi bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik. Insan pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
(4) Kualitas Insan Cita yang Bernafaskan Islam. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memaknai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan mission Islam. Dengan demikian Islam telah bernafas dan menjiwai karyanya. Ajaran Islam telah berhasil membentuk "unity of personality" dalam dirinya. Nafas islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari keterpecahan jati diri (spilit personaliti) tidak pernah ada dilema antara dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim, insan ini telah meng-integrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
(5) Kualitas Insan Bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang Diridhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai oleh Allah SWT.
b. Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam menempuh jalan yang benar, diperlukan adanya keberanian moral.
c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis
d. Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai oleh Allah SWT.
e. Evaluatif dan selektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f. Percaya diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai "Khalifah fill ard" yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Masyarakat Cita
Masyarakat Adil dan Makmur yang diridhai Allah SWT yang dimimpikan untuk diwujudkannya. Masyarakat yang bebas dari bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan.
Maka sangat jelas bahwa upaya HMI dalam mewujudkan kader yang berkualitas dengan mengaktualkan Konsep Missionnya yang tertuang dalam kualitas Insan Cita kedalam ranah kehidupan para kadernya sehingga dimasa yang akan datang akan bermunculan para kader yang berkualitas dan berjiawa besar, bisa mengawal demokrasi sehingga membawa Indonesia menjadi Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Ghafur yang pada akhirnya akan tercipta masyarakat yang adil makmur diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Simpulan
Proses penciptaan munusia sebagai Khalifah pemimpin di muka bumi telah lama disinggung oleh Allah Subhanhu wa ta’la dalam surat Al-Baqarah ayat 30.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan Khalifah dibumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (Al-Baqarah : 30)
Masih banyak ayat yang difirmankan oleh Allah dalam alquran tentang Khalifah di muka bumi, Al an’am 165 (وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ ), An-naml 62 (وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ), Az zukhruf 60 (وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ), Maryam 59 (فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ) dari ayat ayat ini telah menunjukkan akan pentingkan pemimpin dimuka bumi ini untuk meneruskan risalah kenabiyan sehinga menciptakan kedamaian dibumi Allah Subhanahu wa Ta’ala [13]
Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi tertua di Indonesia telah melahirkan para kader pemimpin bangsa yang berkualitas, tentunya telah menyiapkan sebuah sistem yang dituangkan dalam bentuk konstitusi serta diaplikasikan dalam bentuk proses perkaderan agar menciptakan para insan Akedmis, Pencipta, Pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang Diridhai Allah Subhanhu Wa Ta’ala.
Menyikapi demokrasi yang terus dinamis mengikuti perubahan dan arus globalisasi dan moderanitas kehidupan, tentunya dibutuhan pengawal yang dapat membawa dan mengarahkan kepada jalan yang jelas menuju kemakmuran dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. HMI mempunyai solusi untuk menciptakan para pemimpin bangsa yang berkualitas dengan proses perkaderan yang telah dokonsep dengan baik melalui peng- aktualan Mission (Insan Cita) kepada ruh dan jiwa setiap kadernya. Malalui Kualitas Insan cita (sebagimana yang telah dirumuskan diatas) penulis berkeyakinan bahwa peng-aktualan kualitsan Insan cita kedalam ranah kehidupan merupakan sebuah solusi akan terciptanya para pemimpin yang berkualitas dapat mengawal demokrasi menuju arah yang lebih baik, sehingga akan membawa Indonesia menjadi Baldatun Toyyibatun wa robbun Ghafur seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat Saba’ ayat 15:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Artinya: Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda ( kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), Makanlah olehmu dari rezeki yang ( dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (tuhanmu) adalah maha pengampun.(saba’: 15).
Ditulis Oleh Kanda Muhlisuddin
Mantan Ketum HMI Komisariat Tazkia
Cabang Bogor 2014-2015,
Dia sebagi Pesrta Tebaik LK 2 di Purwakarta
REFERENSI
[1] Majalah Tempo , disampaikan Presiden federal Jerman, Christian Wulff saat menyampaikan kuliah umum di Auditorium Terapung Perpustakaan UI Depok, Kamis 1 Desember 2011[2] Sejarah Berdirinya HMI, Wikipedia
[3] Catatan Hitam 5 presiden Indonesia oleh : Ishak Rofiq Wartawan senior
[4] Catatan Hitam 5 presiden Indonesia oleh : Ishak Rofiq Wartawan senior
[5] Pandangan ahli tentang demokrasi, Wikipedia
[6] Jurnal nasional tentang PEMIKIRAN HATTA TENTANG DEMOKRASI, KEBANGSAAN
DAN HAK AZASI MANUSIA Oleh: Aman
[7] Jurnal nasional tentang PEMIKIRAN HATTA TENTANG DEMOKRASI, KEBANGSAAN
DAN HAK AZASI MANUSIA Oleh: Aman
[8] Dibawah bendera revolusi ( oleh Bung karno) jilid 1 dan 2
[9] Tulisan soekarno di Harian Fikiran Ra’yat tahun 1932
[10] Buku pedoman perkaderan HMI 10 Mei 2014
[11] Buku pedoman perkaderan HMI 10 Mei 2014
[12] Buku pedoman perkaderan HMI 10 Mei 2014
[13] Tafsir Ibnu Kastir surat al-Baqarah ayat 30