Tanpa terasa bulan
yang berlipat ganda pahala, bulan yang penuh rahmat dan hikmah ada didepan
kita. Bulan ramadhan adalah bulan untuk meningkatkan amal kebajikan,
memperbanyak investasi akhirat, menjaga lisan dari perkataan kotor dan
perbuatan buruk. Pada bulan ramadhan Allah subhanahu wa ta’ala dalam
surat Al-Baqarah 183 mewajibkan kepada umat islam untuk berpuasa. Sayyid Alawi
bin Abbas Al-Maliki dalam kitabnya Fathul Qariib al-Mujib 'Ala Tahdzibit Targhib Wat-Tarhib memberikan penjelsan/tafsiran perihal ayat diatas “Hai
orang-orang yang membenarkan (beriman) kepada Allah dan Rasulnya diwajibkan
atas kalian puasa ramadhan, sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum
kalian agar senantiasa dengan berpuasa kalian menjahui maksiat dan hal-hal yang
menyalahi kewajiban[1].
Secara bahasa puasa bermakna mencegah (imsak), sedangkan dalam
perspektif syara’nya adalah menahan atau mencegah diri dari syahwat (kemauan)
perut dan kemaluan sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari
(maghrib) dengan berniat.
Bagaimana cara puasa umat dahulu dari sisi tidak makan dan minum?
Jawaban : Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah, ayat 183 : يَا أَيُهَا اَلذِيْنَ اَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الِصيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَقُوْنَ. “
Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana
diwajibkan puasa atas orang-orang sebelum kalian supaya bertakwa”
Menurut Imam Al-Jauzi dalam kitabnya Zadul Masiir hal 184-185
potongan ayat كَمَا كُتِبَ ada dua pendapat: 1. Penyamaan puasa (puasanya orang-orang
terdahulu) itu berlaku pada puasa dan sifatnya bukan pada hitungan puasa. Said
bin Jabir mengatakan: diwajibkan puasa atas orang-orang terdahulu, jikalau
salah satu dari mereka tidur sebelum makan, maka tidak halal baginya memberikan
makanan pada kabilah lain. Istri-istri mereka haram (untuk digauli) malam puasa.
Sedangkan untuk umat Muhammad dihalalkan. Kemudian ayat ini dihapus (nasakh)
dengan firman Allah, surah Al-Baqarah, ayat 187 yang berbunyi: اُحِلَ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِيَامِ الَرَفثُ اِلَى نِسَائِكُمْ yang artinya dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan istri-istri kamu. Bahwa ayat diatas membedakan puasanya Ahli
kitab dan muslimin. 2. Penyamaan tersebut pada bilangan puasa: A. bahwa puasa
diwajibkan atas umat Muhammad tiga hari setiap bulan juga hukum wajib ini
berlaku pada umat-umat terdahulu. Menurut Athiyah dari Ibnu Abbas tentang
ayat كَمَا
كُتِبَ عَلىَ الَذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ adalah umat terdahulu puasa tiga hari setiap bulan kemudian
dinasakh (ganti) dengan puasa ramadhan. Muammar dari Qatadah berkomentar bahwa
Allah SWT mewajibkan pada manusia puasa tiga hari setiap bulan sebelum bulan
ramadhan. Kandungan ayat dari pendapat ini dinasakh (mansukh) dengan ayat شَهْرُ رمضانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فيهِ الْقُرِانُ . B.
puasa telah diwajibkan pada umat terdahulu sebelum kita. Ibnu Abbas berkata;
orang nashara mendahulukan puasa satu hari kemudian satu hari dan mngakhirkan
satu hari, kemudian mereka berkata: kami mendahulukan (puasa) sepuluh hari dan
mengakhirkan sepuluh hari. As-Sada berkata: orang nashara sangat menekan
berpuasa ramadhan kemudian mereka berganti-ganti puasa di musim kemarau dan
hujan.
Dari dalil nagli diatas dapat diketahui, Ahli tafsir sepakat bahwa
puasanya orang terdahulu seperti puasanya umat Muhammad dari segi tidak makan
dan minum. Ulama berbeda pendapat mengenai hitungan puasa mereka apakah sama
dengan hitungan puasa umat Muhammad?. Imam An-Nuhas berkata: puasa mereka sama
dengan puasa kita di bulan ramadhan, tapi kemudian mereka merubahnya. Bahkan
Imam Al-Qurthuby berkata: puasa telah diwajibkan atas orang-orang nashara.
Mereka mempuanyai raja yang sakit dan berkata: bila aku sembuh akan aku menambah
puasa sepuluh hari. Kemudian mereka mempunya raja lagi setelah meninggalnya
raja yang bertama, raja ini memakan daging yang kemudian tertimpa penyakit dan
berkata: bila aku sembuh aku akan menambahkan puasa delapan hari. Samapai pada
raja yang ketiga sama dengan raja sbelumnya menamah puasa yang pada akhir
menjadi lima puluh puasa.
KEUTAMAAN PUASA RAMDHAN
Bulan puasa adalah
bulan di mana pahal berlipat ganda, bulan di mana Al-Qur’an diturunkan, di
dalamnya terdapat malam lailatul Qadr: malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Dalam buku Dzurratun Nashihin Fil Wa’dhi Wal Irsyad, dijelaskan bahwa
keutamaan di bulan puasa sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah
‘Aisyah dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: barang siapa yang beri’tikaf
dengan beriman dan mencari pahala maka baginya diampunilah dosa yang telah
dikerjakan[2],
bahkan dalam hadis lain dari Sahl bin Sa’ad dari Rasulullah SAW bersabda: di
surga ada delapan pintu, di dalamnya ada satu pintu yang diberi nama ar-rayyan
yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa. HR Bukhari. Dari
Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: Bilamana bulan ramadhan tiba maka
dibukalah pintu-pintu surga, ditutplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah
setan-setan. HR Bukhari dan Muslim.
Oleh karenanya jangan kita sia-siakan bulan suci ramadhan ini
dengan hal-hal yang dapat merusak puasa dan pahala puasa dengan melakukan
hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, bersumpah palsu, memaki, dan ado
domba, melainkan marilah kita meningkatkan kualitas ibadah dan ketakwaan kita
di bulan ramadhan ini sebagaimana yang telah disinggung dalam Al-Qur’an agar
kita menjadi orang-orang takwa kapan pun dan di mana pun, sebab kita merasa
dekat dengan Allah, takwa dalam perbuatan, takwa dalam ucapan, dan takwa dalam
pekerjaan hati.
Ditulis oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
SEKUM HMI Tazkia 2015-2016
dan Mantan Wakil DPM 2014-2015.