Selasa, 16 Juni 2015

SELAMAT DATANG RAMADHAN

Tanpa terasa bulan yang berlipat ganda pahala, bulan yang penuh rahmat dan hikmah ada didepan kita. Bulan ramadhan adalah bulan untuk meningkatkan amal kebajikan, memperbanyak investasi akhirat, menjaga lisan dari perkataan kotor dan perbuatan buruk. Pada bulan ramadhan Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Baqarah 183 mewajibkan kepada umat islam untuk berpuasa. Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki dalam kitabnya Fathul Qariib al-Mujib 'Ala Tahdzibit Targhib Wat-Tarhib memberikan penjelsan/tafsiran perihal ayat diatas “Hai orang-orang yang membenarkan (beriman) kepada Allah dan Rasulnya diwajibkan atas kalian puasa ramadhan, sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum kalian agar senantiasa dengan berpuasa kalian menjahui maksiat dan hal-hal yang menyalahi kewajiban[1].

SEPUTAR RAMADHAN
Secara bahasa puasa bermakna mencegah (imsak), sedangkan dalam perspektif syara’nya adalah menahan atau mencegah diri dari syahwat (kemauan) perut dan kemaluan sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari (maghrib) dengan berniat.

Bagaimana cara puasa umat dahulu dari sisi tidak makan dan minum?
Jawaban : Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah, ayat 183 : يَا أَيُهَا اَلذِيْنَ اَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الِصيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَكُمْ تَتَقُوْنَ.  “ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan puasa atas orang-orang sebelum kalian supaya bertakwa”
Menurut Imam Al-Jauzi dalam kitabnya Zadul Masiir hal 184-185 potongan ayat كَمَا كُتِبَ ada dua pendapat: 1. Penyamaan puasa (puasanya orang-orang terdahulu) itu berlaku pada puasa dan sifatnya bukan pada hitungan puasa. Said bin Jabir mengatakan: diwajibkan puasa atas orang-orang terdahulu, jikalau salah satu dari mereka tidur sebelum makan, maka tidak halal baginya memberikan makanan pada kabilah lain. Istri-istri mereka haram (untuk digauli) malam puasa. Sedangkan untuk umat Muhammad dihalalkan. Kemudian ayat ini dihapus (nasakh) dengan firman Allah, surah Al-Baqarah, ayat 187 yang berbunyi: اُحِلَ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِيَامِ الَرَفثُ اِلَى  نِسَائِكُمْ yang artinya dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu. Bahwa ayat diatas membedakan puasanya Ahli kitab dan muslimin. 2. Penyamaan tersebut pada bilangan puasa: A. bahwa puasa diwajibkan atas umat Muhammad tiga hari setiap bulan juga hukum wajib ini berlaku pada umat-umat terdahulu. Menurut Athiyah dari Ibnu Abbas tentang ayat  كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ adalah umat terdahulu puasa tiga hari setiap bulan kemudian dinasakh (ganti) dengan puasa ramadhan. Muammar dari Qatadah berkomentar bahwa Allah SWT mewajibkan pada manusia puasa tiga hari setiap bulan sebelum bulan ramadhan. Kandungan ayat dari pendapat ini dinasakh (mansukh) dengan ayat شَهْرُ رمضانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فيهِ الْقُرِانُ  . B. puasa telah diwajibkan pada umat terdahulu sebelum kita. Ibnu Abbas berkata; orang nashara mendahulukan puasa satu hari kemudian satu hari dan mngakhirkan satu hari, kemudian mereka berkata: kami mendahulukan (puasa) sepuluh hari dan mengakhirkan sepuluh hari. As-Sada berkata: orang nashara sangat menekan berpuasa ramadhan kemudian mereka berganti-ganti puasa di musim kemarau dan hujan.

Dari dalil nagli diatas dapat diketahui, Ahli tafsir sepakat bahwa puasanya orang terdahulu seperti puasanya umat Muhammad dari segi tidak makan dan minum. Ulama berbeda pendapat mengenai hitungan puasa mereka apakah sama dengan hitungan puasa umat Muhammad?. Imam An-Nuhas berkata: puasa mereka sama dengan puasa kita di bulan ramadhan, tapi kemudian mereka merubahnya. Bahkan Imam Al-Qurthuby berkata: puasa telah diwajibkan atas orang-orang nashara. Mereka mempuanyai raja yang sakit dan berkata: bila aku sembuh akan aku menambah puasa sepuluh hari. Kemudian mereka mempunya raja lagi setelah meninggalnya raja yang bertama, raja ini memakan daging yang kemudian tertimpa penyakit dan berkata: bila aku sembuh aku akan menambahkan puasa delapan hari. Samapai pada raja yang ketiga sama dengan raja sbelumnya menamah puasa yang pada akhir menjadi lima puluh puasa. 
           
KEUTAMAAN PUASA RAMDHAN
Bulan puasa adalah bulan di mana pahal berlipat ganda, bulan di mana Al-Qur’an diturunkan, di dalamnya terdapat malam lailatul Qadr: malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dalam buku Dzurratun Nashihin Fil Wa’dhi Wal Irsyad, dijelaskan bahwa keutamaan di bulan puasa sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: barang siapa yang beri’tikaf dengan beriman dan mencari pahala maka baginya diampunilah dosa yang telah dikerjakan[2], bahkan dalam hadis lain dari Sahl bin Sa’ad dari Rasulullah SAW bersabda: di surga ada delapan pintu, di dalamnya ada satu pintu yang diberi nama ar-rayyan yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa. HR Bukhari. Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: Bilamana bulan ramadhan tiba maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah setan-setan. HR Bukhari dan Muslim.

Oleh karenanya jangan kita sia-siakan bulan suci ramadhan ini dengan hal-hal yang dapat merusak puasa dan pahala puasa dengan melakukan hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, bersumpah palsu, memaki, dan ado domba, melainkan marilah kita meningkatkan kualitas ibadah dan ketakwaan kita di bulan ramadhan ini sebagaimana yang telah disinggung dalam Al-Qur’an agar kita menjadi orang-orang takwa kapan pun dan di mana pun, sebab kita merasa dekat dengan Allah, takwa dalam perbuatan, takwa dalam ucapan, dan takwa dalam pekerjaan hati.

Ditulis oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
SEKUM HMI Tazkia 2015-2016
dan Mantan Wakil DPM 2014-2015.




[1] Fathul Qariib al-Mujib Ala Tahdzibit Targhib Wat-Tarhib
[2] Dzurratun Nashihin wil Wa’di Wal Irsyad
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar